Lihat ke Halaman Asli

Afif Auliya Nurani

TERVERIFIKASI

Pengajar

Selamat Tinggal atau Sampai Jumpa Lagi?

Diperbarui: 8 November 2017   09:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://islamichroniclers.wordpress.com/2014/01/22/quote-2/

Hai, kau.

Sudah hampir dua tahun berlalu ya.

Nyaris tak ada kabar sama sekali yang ku dapat. Kau, sosok yang kusebut istimewa, tiba-tiba menghilang begitu saja. Setiap kulirik handphone itu, aku hanya berharap ada pesan singkat yang kau kirim di antara pesan-pesan yang masuk seperti sedia kala. Iya, seperti saat kau memberi salam atau hanya sekedar kata "semangat" hampir di setiap hariku dulu. Tapi semuanya nihil. Aku sudah berusaha menenangkan hati. Sungguh. Walau terkadang aku merasa sesak merindukan sapaanmu, apalagi senyumanmu. Senyum yang dulu bisa ku dapat setiap hari. Tapi, aku bisa apa? Segala keadaan dan keberadaan di dunia ini tak akan pernah stagnan bukan?

Ku akui, sebelumnya memang aku terlampau gengsi untuk menghubungimu lebih dulu. Namun kini yang ku rasakan malah sebaliknya, betapa beratnya menahan diri untuk tidak menghubungimu. Ingin sekali ku mengirim pesan padamu, bertanya apa kau baik-baik saja. Namun setiap kali aku akan melakukannya, jemariku mendadak kaku, hatiku pias tersadarkan oleh sesuatu. Memangnya siapa aku? Ya Tuhan. Siapa aku, seenaknya saja menginginkan kabar darimu. Sungguh, ini adalah paradoks yang menyakitkan. Setiap kali aku mencoba mengabaikan kehendakku, memori tentangmu seolah datang berebutan. Kau tahu, kan? Pada hakikatnya manusia tak pernah bisa benar-benar melupakan, yang ada hanya berpura-pura atau mencoba berdamai dengan perasaan. Dan aku belum bisa melakukannya sampai detik ini.

Hingga kala itu, bagaimana aku bisa melupakannya. Ketika gema adzan maghrib menyentuh langit senja yang berhiaskan hujan, semesta mengijinkanku untuk bertemu denganmu setelah sekian lama tak jumpa. Senja, hujan, dan kau, benar-benar perpaduan yang indah. Dan selanjutnya adalah kau menghampiriku dengan membawa senyuman itu. Senyuman yang masih sama seperti dulu. Sama hebatnya untuk merobohkan hatiku seketika jika aku tak lekas memegangnya erat-erat. Belum cukup senyuman itu menyerangku, kau keluarkan senjata yang lebih ampuh lagi. Suaramu. Suara yang amat sangat ku rindukan.

"Hei..." sapamu. Begitu kaku, begitu mendung.

"Oh, hei"

"Mmm, maaf ya..."

"Untuk apa?"

"Maaf karena sudah menghilang"

Iya, mengapa? Apa maksudmu? Apa aku berbuat kesalahan? Ada apa? Ingin sekali ku menghujammu dengan segala pertanyaan yang berkecamuk, namun yang terlontar hanyalah senyum tanpa bunyian. Senyum yang teramat getir, jika kau melihatnya. Dan belum sempat aku angkat bicara, semesta tega merenggutmu lagi dari pandanganku. Kau bergegas pamit untuk kemudian berbelok dan aku tetap berjalan lurus dengan sudut mata yang tertinggal di pertigaan itu, meratapi punggungmu.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline