Dalam dunia pendidikan, kualitas pembelajaran merupakan salah satu tolok ukur penting dalam menilai keberhasilan sebuah sekolah. Banyak faktor yang berperan di dalamnya---mulai dari kurikulum, ketersediaan sumber daya, hingga kemampuan guru dalam mengajar. Namun, satu aspek yang seringkali dilupakan, tetapi justru sangat menentukan arah pembelajaran di sekolah, adalah supervisi pendidikan.
Supervisi pendidikan bukan sekadar agenda formal tahunan atau rutinitas administratif semata. Lebih dari itu, supervisi merupakan proses pendampingan profesional yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru, memperbaiki proses belajar-mengajar, serta menciptakan budaya refleksi dan inovasi di lingkungan sekolah.
Supervisi yang Bermakna, Bukan Sekadar Mengawasi
Dalam praktiknya, masih banyak guru yang menganggap supervisi sebagai bentuk pengawasan yang menegangkan. Bahkan, tak jarang guru mempersiapkan diri secara "khusus" hanya saat supervisi berlangsung, dan kembali ke metode lama setelahnya. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi sering kali belum menyentuh esensi sesungguhnya. Padahal, supervisi yang bermakna adalah yang dilakukan dengan pendekatan humanis, kolaboratif, dan berbasis pada kebutuhan nyata guru. Pendekatan ini menciptakan suasana yang mendukung dan mendorong guru untuk terbuka terhadap masukan, berani mencoba metode baru, serta bersedia merefleksikan praktik pembelajaran mereka.
Salah satu contoh nyata dapat dilihat di SMP Negeri 4 Bantul, Yogyakarta. Di sekolah ini, supervisi tidak hanya dilakukan sebagai kegiatan observasi, tetapi dilanjutkan dengan sesi dialog reflektif antara guru dan kepala sekolah. Dalam sesi ini, guru didampingi untuk merefleksikan metode ajarnya, mengevaluasi respon siswa, dan menyusun rencana tindak lanjut. "Hasilnya sangat terasa. Guru jadi lebih terbuka, lebih percaya diri, dan banyak yang mulai mengembangkan model pembelajaran aktif," ungkap Bu Dina, Kepala SMPN 4 Bantul. Hasil monitoring selama satu tahun menunjukkan peningkatan signifikan pada partisipasi siswa dalam kelas, peningkatan nilai rata-rata penilaian formatif, serta meningkatnya jumlah inovasi pembelajaran yang diterapkan guru.
Menurut Dr. Wulan Kartika, dosen dan peneliti bidang supervisi pendidikan di Universitas Negeri Jakarta, supervisi yang bermakna berfungsi sebagai evaluasi proses, bukan hanya penilaian hasil akhir. "Supervisi yang ideal adalah yang membangun kepercayaan antara guru dan kepala sekolah. Guru tidak merasa diawasi, tetapi merasa didukung. Inilah yang akan mendorong guru untuk berkembang secara profesional," ujar beliau. Lebih lanjut, beliau menekankan bahwa kepala sekolah perlu dibekali keterampilan komunikasi, coaching, serta kemampuan membaca dinamika kelas agar supervisi benar-benar dapat memberikan dampak positif terhadap kualitas pembelajaran.
Mengutip laporan Kemendikbudristek tahun 2024:
76% guru menunjukkan peningkatan kualitas pembelajaran setelah mendapatkan dua siklus supervisi reflektif.
58% sekolah yang rutin melakukan supervisi menunjukkan peningkatan capaian asesmen kompetensi siswa.
Hanya 35% kepala sekolah yang merasa percaya diri melakukan supervisi berbasis pembelajaran.
89% siswa menyatakan bahwa kelas yang diajar oleh guru yang aktif disupervisi terasa lebih menarik dan menyenangkan.