Lihat ke Halaman Asli

Adzan Takhyan Firdaus

Teknisi PT. Hade Multi Solusi dan Pelajar di Universitas Pelita Bangsa

Apakah Benar Cinta kepada Nabi Tanpa Meniru Akhlaknya?

Diperbarui: 7 Juli 2025   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Ilustrasi dibuat menggunakan DALL·E oleh penulis. 

Anas bin Malik, salah satu sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah ﷺ, pernah berkata:

“Aku melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah sekalipun berkata ‘uh’ kepadaku, tidak pernah mencela apa yang kulakukan, dan tidak pernah berkata ‘mengapa kamu lakukan ini’ atau ‘mengapa kamu tidak lakukan itu’.” (HR. Muslim)

Selama satu dekade hidup dalam naungan Nabi, Anas bin Malik menyaksikan langsung akhlak yang luar biasa: kesabaran, kelembutan, dan kasih sayang yang tulus. Ia tidak hanya menghormati Rasulullah karena gelarnya sebagai Nabi, tetapi karena akhlaknya yang memikat dan membuat siapa pun merasa dihormati.

Seperti dikemukakan Hafsa Ahmad dalam laman Al Huda International School, “Umat Islam di seluruh dunia memiliki kecintaan yang mendalam kepada Nabi Muhammad ﷺ. Beliau dihormati tidak hanya oleh umat Islam, tetapi banyak juga non-Muslim yang memuji beliau karena kualitas-kualitas luar biasa dan pesan yang beliau bawa.” (Ahmad, n.d.). Namun, cinta sejati bukan hanya tentang menyebut nama tetapi meneladani pribadi.

Lantas, benarkah cinta kepada Nabi bisa diklaim tanpa meniru akhlaknya?

Konsep Cinta kepada Rasulullah Lebih dari Sekadar Pengakuan

Cinta kepada Rasulullah ﷺ dalam perspektif Islam adalah kecenderungan hati yang memotivasi tindakan. Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa cinta Nabi wajib melebihi cinta pada diri sendiri. Namun, cinta seperti itu bukan sekadar ungkapan lisan.

Kalau kita perhatikan realitas hari ini, banyak orang mengaku mencintai Nabi. Mereka membaca shalawat, mengenakan atribut islami, bahkan membela nama beliau di ruang publik. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, akhlak beliau jujur, sabar, adil sering tidak tercermin.

Contoh sederhana:
Di media sosial, kita sering melihat orang marah-marah atas nama Nabi, menghina lawan debat, atau merendahkan sesama muslim. Padahal.

Rasulullah bersabda:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline