Perubahan iklim nyatanya sudah menjadi bagian dari bidang keilmuan sejak ratusan tahun lalu. Na'asnya sepanjang tahun perkembangan iklim justru merujuk menjadi kondisi yang semakin ekstrim. Dapat ditelusuri dalam tiga dekade belakangan, para ilmuwan sains meyakini bahwa memburuknya kondisi iklim akibat dari manifestasi tindakan dari berbagai sektor. Dimana sektor energi, industri, sumber daya manusia, ekonomi, hingga kebijakan seolah bekerjasama dan menyebabkan dampak buruk.
Bahkan, bidang keilmuan sains tidak dapat menyangkal problematika iklim yang belum mampu dituntaskan. Terlebih lagi para ilmuan memberi kontribusi kurang optimal dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca global. Berdasarkan laporan World Meteorological Organization (State of the Global Climate 2023) menyatakan sepanjang tahun 2023 suhu bumi terpanas sepanjang sejarah yang mana rata-rata temperatur global 1,45 derajat celcius diatas periode praindustri selama periode 2015-2023.
Argumentasi Sejarah Perubahan Iklim
Studi palaeoklimatologi menyajikan ilmu mengenai iklim di masa lalu menunjukkan kondisi bumi mengalami perubahan luar biasa sejak awal Revolusi Industri. Pengukuran suhu global masa itu menunjukkan bumi akan mengalami pemanasan global dimasa depan.
Pada Zaman Es Kecil dan Abad Pertengahan sudah terjadi perubahan iklim ditingkat regional. Beberapa negara yang terkena imbasnya seperti Eropa barat laut, Greenland, Amerika timur, dan Islandia. Sebuah hasil penelitian data historis dari 700 catatan iklim menunjukkan dalam 2.000 tahun belakangan sekitar 98% dari permukaan bumi menghangat.
Fakta Bencana Klimatologis di Indonesia
Menyoal sudut pandang klimatologis, terjadinya bencana di Bumi 90% merupakan dampak perubahan iklim. Tidak termasuk bencana karena aktivitas geologis seperti gempa bumi dan tsunami. Bencana klimatologis terjadi secara perlahan, seiring dengan perubahan zaman semakin meningkat hingga pada titik tertinggi dinyatakan sebagai bencana serius.
Faktanya, bencana tersebut bervariasi dan terjadi mendadak, sebagai contoh ombak meninggi, perubahan suhu air laut, dan permukaan air laut kian meningkat. Sebuah kajian yang dilakukan perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) menunjukkan bahwa bencana alam di Indonesia adalah akibat dari perubahan iklim.
Namun, perubahan iklim ini disertai dengan eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh umat manusia. Faktor ekonomi juga menjadi alasan individu tidak bertanggung jawab mengambil keuntungan dari alam tanpa berniat memperbaikinya kembali.
Ironisnya perilaku semena-mena manusia terhadap lingkungan menyebabkan kerusakan jangka panjang. Sangat potensial menyebabkan perekonomian daerah runtuh karena bencana alam. Berdasarkan laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tercatat lebih dari 11.000 bencana alam terjadi di Bumi Pertiwi selama 10 tahun belakangan. Menyoal kerugian yang diderita mencapai 200 triliun Rupiah dan mengakibatkan lebih dari 193.000 orang kehilangan nyawa. Mirisnya sekitar 90% bencana terjadi pada tahun 2018 dikategorikan sebagai bencana hidrometeorologi yakni dipengaruhi faktor perubahan cuaca.
Perubahan Iklim Ekstrim Merupakan Akar Musibah Global
Menurut laporan The Global Risk Report 2019 yang disampaikan pada World Economic Forum mengemukakan, perubahan iklim menempati posisi pertama sebagai penyebab musibah global. Musibah yang dialami semua negara seperti cuaca ekstrim, bencana alam, krisis air bersih dan pangan, serta runtuhnya ekosistem.
New York Times juga melaporkan sebanyak 50 persen dari seluruh spesies fauna di bumi berpotensi mengalami kepunahan sepanjang abad ini. Apabila hal ini terjadi otomatis mempengaruhi berbagai sektor kehidupan manusia yang vital yakni pertanian, perekonomian, dan kesehatan.
Beberapa negara sudah melakukan migrasi terpaksa (involuntary migration) karena ketidakstabilan politik dan sosial akibat penurunan sektor-sektor tersebut. Dari sini dapat disimpulkan bahwa isu perubahan iklim tidak dapat dianggap remeh.