Lihat ke Halaman Asli

Negara, Tak Sesempit Kotak Suara

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang kawan saya sedang gundah, karena itulah beberapa waktu lalu dia kirim sms, dia bilang ‘Ko yah masih saja ada, tindakan abad kegelapan, di zaman yang terang benderang seperti sekarang ini’. Sms itu saya terima ketika semua orang juga sedang gundah, dengan tindakan Terry Jones di Amerika, yang nekat mau bakar Al-Qur’an.

Kegundahan itu ternyata bukan hanya menghinggapi saya, kawan saya dan rakyat di pelosok-plosok negeri, tapi menjalar hingga ke istana. Beberapa hari lalu, Di taman Istana yang tampak teduh, presiden menyatakan sikap atas kegundahan mereka, inti pesan presiden yang dapat saya tafsirkan adalah: “Hei Terry Jones, mikir dong, hari gini masih bakar-bakar Qur’an” dan tentunya, karena pesan yang disampaikan mewakili bangsa, kepada dunia, istana juga mengirim pesan atau bahkan nasihat, yang menurut tafsiran saya, nasihatnya adalah ini “Mbok yah kita sebagai warga dunia yang sudah trauma ma abad kegelapan, bahu-membahulah, menghentikan tindakan yang tersisa dari abad kegelapan”

Sebagai warga biasa, yang tak punya wewenang apa-apa, apalagi ini sudah menyangkut luar negeri, sikap istana bagi saya sudah cukup menghalau gundah, minimal orang tau, sebagai bangsa, kita tidak diam melihat aksi nekat penuh huru-hara dari pak Terry Jones ini. Jadi atau tidak jadi pak Terry Jones bakar Al Qur’an, sejarah telah mencatat, bahwa kita menolak huru-hara. Saya yakin pesan itu didengar, wong presiden sampai harus menggunakan dua versi, bahasa dan English.

Namun, beberapa hari lalu, hati saya kembali gundah, bukan karena pak Terry Jones lagi, tapi oleh istana. Seharian saya menunggu di tivi, tapi wajah orang-orang istana ndak muncul-muncul, padahal di bogor yang pasti lebih dekat ke Cikeas di banding Amerika, Masjid dan seisinya habis di bakar orang.

Teman saya sms “Bro, mungkin istana takut ratingnya turun, kan soal masjid dan Qur’an di Cibinong mah, ada embel-embel Ahmadiyah-nya”

Membaca SMS itu kepala saya muyer-muyer, menyerap logika yang susah diurai nalar, lah begitu sempitnya kah pikiran orang di Istana, setelah dengan lugas menasihati orang, dinegara orang, terus diam, dengan kejadian yang sama didalam negeri, atau otak memang bisa jadi mengkerut, dan jadi susah diajak berpikir jernih, kalo kita gunakan hanya untuk mikirin kotak suara yang kecil dan pasti sempit.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline