Lihat ke Halaman Asli

AD Tuanku Mudo

aktivis sosial kemasyarakatan

Lewat Badikie dan Malamang Meneladani Nabi Muhammad SAW

Diperbarui: 29 Oktober 2020   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dengan badikie dan malamang di Masjid Raya Pungguang Kasiak Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Rabu malam. (foto dok facebook rahmat tk sulaiman)

Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw yang dibungkus dengan tradisi keagamaan di Kabupaten Padang Pariaman terlihat semarak, terutama di masjid raya milik nagari yang selalu melakukan peringatan hari besar Islam itu setiap 12 Rabiul Awal.

Sejak siang menjelang petang Rabu, masyarakat yang di masjid-nya menggelar peringatan maulid telah ramai oleh masyarakat yang mengantar makanan dan minuman. 

Aneka kue dan buah-buahan disusun rapi dengan pernak-pernik yang menarik, tentu bagian dari suka cita menghormati sang pemimpin ummat Nabi Besar Muhammad Saw.

Ada yang susunan buah-buahan serta kue yang ditata berjenjang setinggi dada orang dewasa itu pakai lampu, sehingga saat peringatan maulid malamnya terlihat semaraknya. 

Pemandangan demikian bisa kita lihat di sepanjang Ulakan Tapakis, Lubuk Alung, Sintuak Toboh Gadang, Batang Anai, dan kecamatan lainnya di daerah itu.

Orang siak, yang terdiri dari tuanku, labai, tukang dikie, imam khatib, janang diatur duduknya sesuai ketentuan yang di dudukkan oleh dua tiga orang janang yang mengaturnya. Mereka semua duduk di atas kasur yang dibentang di belakang aneka makanan yang tersusun secara memanjang.

Biasanya, di masjid raya yang nagarinya besar, atau terbilang masjid tua, tukang pandai dikienya lebih banyak pula diundang. Ada lima sampai delapan pasang. 

Tukang dikie yang banyak membaca dan menyanyikan cerita sejarah Nabi Muhammad Saw itu hadir secara berpasangan. Orang kebanyakan pada umumnya sangat tidak mengerti apa yang dibaca tukang dikie itu.

Orang banyak yang cuka mencomooh, kadang berkata, manga urang di musajik tu, basorak-sorak tu. Mungkin tukang dikie itu sendiri juga tak mengerti arti yang dia baca. Yang jelas, mereka mempelajari itu, lalu datang orang mengundangnya untuk badikie di masjid atau suraunya, dia turut.

Namun, yang mereka baca adalah sejarah dan cerita keistimewaan Nabi Besar Muhammad Saw yang patut diteladani oleh ummatnya. Irama dikie itu saling bersahutan antara pasangan tukang dikie yang satu dengan pasangan lainnya.

Para tuanku sebagai ulama dan guru yang dihormati dalam helat itu, di dudukkan di bagian atas atau mihrab masjid. Sehabis membaca awal permulaan maulid, para tuanku ini banyak duduk, dan tentunya saling bicara sesama dia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline