Lihat ke Halaman Asli

adriandanuw

Seorang manusia biasa yang menulis dengan niat yang biasa biasa saja

Estafet Kepemimpinan Gereja Katholik sebagai Institusi yang Peduli.

Diperbarui: 9 Mei 2025   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi AI yang Menggambarkan Estafet Kepemimpinan antara Paus Fransiskus kepada Paus Leo XIV.

Institusi yang bernama Gereja Katolik Roma menjadi salah satu institusi terbesar dan berpengaruh di dunia. Peran Gereja Katolik sangat penting dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Gereja Katolik sering ikut campur dan andil tidak dalam kehidupan spiritual internal umat Katolik, tapi juga dalam  permasalahan sosial secara global. Paus Fransiskus sebagai tokoh penting yang baru saja berpulang dan menjadi pimpinan pusat Gereja Katolik sedunia mewariskan perhatian terhadap isu sosial yang diestafetkan kepada Paus Leo XIV. Paus Fransiskus berkarya menaruh perhatian serta komitmen terhadap isu sosial melalui karya konkrit yang bertujuan memberdayakan kaum marjinal dan perubahan dalam masyarakat kelas menengah-bawah. 

Pemilihan Robert Francis Prevost menjadi seorang suksesor dari Paus Fransiskus menandai babak baru dalam sejarah katolik. Ia datang dengan latar belakang pelayanan yang unik dimana ia benar-benar datang berpengalaman dalam misi di Peru---sebuah wilayah dengan tantangan sosial, ekonomi, dan budaya.

Karya Sosial Paus Leo XIV sebelum Menjadi Pimpinan Tertinggi Umat Katolik.

Sebelum menyandang gelar sebagai Paus Leo XIV, ia dikenal sebagai Robert F. Prevost. Ia bergabung dengan novisiat Ordo Santo Agustinus (OSA) pada tahun 1977 dan menjadi imam pada 1981. Menariknya, ia mempunyai latar belakang pendidikan dengan gelar Sarjana Sains Matematika dari Villanova University pada tahun yang sama.

Ia memiliki pengalaman panjang dengan karyanya bersama komunitas yang teralienisasi terutama di Peru dan Amerika Serikat. Sebelum ia ditahbiskan menjadi Paus, ia sudah aktif dalam berbagai misi sosial yang bertujuan untuk memperbaiki kehidupan buruh dan sosial dengan memperjuangkan hak dasar seperti tenaga kerja murah. Ia hadir untuk memberikan perlindungan dan dukungan pastoral bagi mereka yang terjebak dalam sistem yang tidak menuntungkan mereka di Peru dan Amerika Serikat. Karya sosial Paus Leo XIV juga mencakup pada advokasi imigran, dimana ia menyerukan bahwa negara yang menjadi penampungan imigran harus memanusiakan mereka. Pada waktu itu ketika menjabat sebagai uskup di Chiclayo, Peru, ia membuka ruang gereja bagi pelayanan pastoral migran, termasuk mereka yang mengalami penggusuran dan ketidakpastian. Sebagai langkah konkret, Paus Leo XIV pada waktu itu mengkampayekan "sanctuary churches" dimana gereja dapat menjadi penampungan imigran dan pelayanan pastoral. 

Pada wilayah Peru, Leo XIV juga melayani umat yang tergabung dari komunitas adat dan telah lama menghadapi marginalisasi. Ia menghadapi perusahaan kapital yang menggunakan tanah itu secara semena-mena. Leo XIV tidak gentar untuk berdiri dan membela yang lemah. Langkah konkret yang ia lakukan pada waktu itu adalah dengan mengintegrasikan unsur adat dalam kegiatan pastoral, seperti bahasa lokal dalam liturgi dan simbolik yang menghargai kearifan lokal. Ia juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan berbasis budaya, dimana ia mempercayai bahwa spiritualitas tidak bisa lepas dari konteks budaya, dan gereja yang relevan adalah gereja yang mampu mendengarkan suara lokal dan bukan hanya mengajar dari atas. 

Leo XIV juga mempedulikan nasib petani di daerah pedesaan Peru. Ia menghadirkan gereja sebagia ruang penguatan ekonomi dan sebagai rumah solidaritas. Ia membantu petani dengan nilai dan dogma gereja, serta mendorong pendidikan dan membantu petani yang terlibat konflik secara agraria. Pendekatan yang dilakukan menandakan bahwa ia memposisikan sebagai teman baik yang dapat dipercaya dan dapat membantu sewaktu-waktu. Pada sisi lain, ia juga bergerak di bidang lingkungan hidup di wilayah terdampak langsung oleh kerusakan ekologis. Ia menyaksikan bagaimana tambang ilegal dan pembukaan lahan besar di seputar Amazon dan berdampak pada kehancuran alam. Pada waktu itu Leo XIV mengkampanyekan kehadiran gereja untuk mengambil peran sebagai institusi yang sadar terhadap ekologis dengan menghadirkan edukasi lingkungan di sekolah Katolik yang di dorong untuk tidak berbicara tentang bumi sebagai ciptaan Tuhan, namun juga tentang tanggung jawab sosial dalam menjaga keberlanjutan hidup umat manusia. 

Apa yang dilakukan Leo XIV sebelum menjabat sebagai seorang Paus tentu menandai bahwa ia adalah pendukung program dan seruan yang dikumandangkan oleh mendiang Paus Fransiskus. Bagaimana Paus Fransiskus mengumandangkan seruan Laudato Si yang menekankan pujian atas keindahan dan keagungan ciptaan Tuhan dengan penegasan antara manusia dengan alam, dan sesama manusia. Melalui konsep ekologi integral dari kampanye Laudato Si, perlu disadari bahwa masalah lingkungna tidak dapat dipisahkan dari isu keadilan sosial, kemiskinan, dan solidaritas antar umat manusia. Dalam kampanye ini, mendiang Paus Fransiskus menekankan bahwa krisis lingkungan bukan masalah teknis dan ilmiah, tapi masalah moral dan spiritual , dimana semua orang dari latar belakang agama dan budaya yang berbeda diajak untuk melakukan refleksi dan bertindak demi masa depan bumi dan generasi mendatang. Kampanye Laudato Si menekankan bahwa dampak terburuk dari krisis lingkungan juga menimpa si miskin---yang dianggap menerima getah dari kerusakan lingkungan---ini adalah seruan moral agar keadilan lingkungan juga menjadi keadilan sosial secara nyata. Secara singkat memang Laudato Si juga mengajak mengubah pola konsumsi, dan meninjau kebijakan publik dengan membangun gaya hidup yang sederhana dan penuh syukur. 

Keunikan yang dibawa oleh Leo XIV juga hadir pada transisi penting bagi gereja setelah kepergian Paus Fransiskus. Selama satu dekade lebih, Paus Fransiskus mengarahkan gereja pada jalan yang profetis untuk memperjuangkan keadilan bagi mereka yang teralienisasi, menyerukan kepedulian terhadap lingkungan hidup, serta menantang tatanan sosial-ekonomi global yang timpang. Estafet kepemimpinan ini sungguh berat, karena warisan yang ditinggalkan oleh Paus Fransiskus mempunyai pengaruh kuat di dunia. Kini dunia menanti bagaimana Leo XIV menelusuri keterlibatannya dengan gereja dan dunia dengan gaya kepemimpinannya sendiri.

Imam Besar Nasaruddin Umar mencium Paus Fransiskus usai kunjungan Paus Fransiskus ke Masjid Istiqlal (INDONESIA PAPAL VISIT COMMITTEE/D.FERNANDO)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline