Lihat ke Halaman Asli

Brader Yefta

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Bertemu Meriam Belanda dan Al-Qur'an Tua di Museum Asi Mbojo di Kota Bima NTB

Diperbarui: 8 Agustus 2021   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri_tampak sekarang 2015_meriam belanda

Tidak ada yang baru di bawah langit...

Bila ada, mungkin saya yang masih baru di bawah langit ini

Berkunjung ke museum? Memang tak ada yang baru sih di sana.Kalaupun ada, mungkin saya adalah pengunjung baru yang kesekian kalinya. Hehe. Berbicara tentang museum itu artinya berbicara tentang masa lalu. Soal peradaban di masa itu. 

Tentang kejayaan dan kehancuran. Tentang cinta, persahabatan dan kemenangan. Juga kekalahan dan beragam kisah di masa lampau yang kini dikenang sebagai sejarah. Dan kata Bung Karno, bapak proklamator bangsa, jangan pernah melupakan sejarah. 

salah satu cara gimana agar terus mengingat, ya pergilah ke museum. Lihatlah di sana dan belajarlah. Siapa tahu menemukan “bekal hidup” yang berguna untuk menjalani masa kini. Kalo sejarah keluarga gimana Om? Tanyain deh sama Opung, Papin, Eyang, Tete,Nenek, Kakek bila mereka masih ada..hehe. 

Menurut kata orang, bila cerdas kita bisa belajar dari peninggalan masa lalu. Tapi bila ingin menjadi bijak, belajarlah dari kehidupan manusia pelaku sejarah. Minimal tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti yang dilakukan generasi terdahulu.

dokpri_tampak di jaman dulu 1920

Hari Sabtu lalu, saya berkunjung ke Museum Asi Mbojo. Ini adalah museum di Kotamadya Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat. Asi dalam bahasa Suku Bima artinya adalah istana. Mbojo  adalah nama suku (orang) Bima.

 Jadi bila diartikan secara sederhana Museum Asi Mbojo = Museum Istana Bima. Saya memang sudah beberapa kali melakukan perjalanan dinas ke kota di ujung timur Pulau Sumbawa ini namun belum sempat masuk ke dalamnya. Hanya sebatas niat. 

Nah di tanggal 18 April lalu, saat perjalanan dinas ke kantor perwakilan (RO) kami di kota yang berbatasan laut dengan Pulau Flores NTT ini, saya memutuskan untuk berkunjun. Kalau tidak sekarang, kapan lagi. 

Apalagi sorenya jam 6 saya harus pulang lewat jalur darat. Kebetulan pula hotel tempat saya menginap berada tepat di hadapan museum ini dan hanya berjarak 10 menit berjalan kaki.

dokpri_tampak sekarang

Istana Tua dan Peninggalan Menarik Yang Bersejarah

Meski jam layanan museum telah berakhir, saya tetap diperbolehkan masuk ke dalam ruangan museum oleh seorang bapak yang mengaku adalah penjaga museum. Bersama saya, juga ikut dua pelajar SMU  yang berniat melihat – lihat sisi dalam museum. Ternyata bangunan museum ini terdiri dari dua lantai. 

Di lantai satu dipajang alat tenun di masa lalu,ada juga pakaian kebesaran sultan,pakaian harian sultan, alat tambur, lukisan bangunan museum di masa lalu, seperangkat alat masak dan peralatan makan suku bima, alat tukang dan senjata khas orang bima di jaman dulu. 

Dari lantai 1 kami diajak ke lantai 2 menaiki tangga yang terbuat dari kayu. Saya menghitung ada 25 anak tangga. Sebelum naik, kami diminta untuk melepas alas kaki oleh bapak penjaga museum itu. Bisa doa juga di atas di kamar sultan,katanya pula. 

Saya hanya mengangguk. Meski dalam hati (jujur)belum pernah memanjatkan doa di museum. Well, tapi itu kembali pada kepercayaan dan keyakinan masing – masing orang.

dokpri-deretan kamar di lantai 2

Ternyata lantai 2 terbagi dalam beberapa ruangan atau kamar. Ya di jaman dulu, museum ini adalah istana atau tempat tinggal Sultan Bima yang bernama Muhammad Salahuddin, istrinya Permaisuri ST Aisyah dan anak – anaknya. Oleh karena itu, kamar dan  ruangan khusus untuk sultan, permaisuri dan anak – anaknya ditempatkan di sini.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline