Lihat ke Halaman Asli

Studi Maskulinitas untuk Ciptakan Tatanan Gender Egaliter

Diperbarui: 27 Juli 2017   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara spesifik, Dra. Nur Wulan, M.A., PhD menaruh perhatian pada bidang studi maskulinitas, atau norma-norma kelelakian. Studi kelelakian mempelajari konsep kelelakian dalam masyarakat, dan representasinya dalam sastra. Representasi maskulinitas dalam sastra yang ia kaji khususnya mengacu pada sastra anak dan remaja.

Bagi Wulan, sapaan akrabnya, konsep maskulinitas dan sastra anak dan remaja adalah dua hal yang penting. Sastra anak biasanya dikaitkan dengan peran sebagai sarana untuk mendidik. Sedangkan sastra untuk orang dewasa, memiliki misi yang lebih dari sekadar mendidik, yakni bisa jadi untuk mendobrak sebuah norma maupun menawarkan nilai yang bersifat subvesubversirsi. Pada umumnya, apa yang ada dalam sastra anak dan remaja merefleksikan norma yang dianggap lebih ideal oleh sebuah masyarakat.

Studi ini Wulan pilih sebab tidak banyak studi gender yang membahas maskulinitas. "Umumnya, studi gender yang banyak dibahas selama ini adalah studi feminisme atau norma keperempuanan. Sementara studi mengenai bagaimana representasi laki-laki dalam sastra sangat minim," ujar Wulan.

Untuk itu, riset studi S-3 di Universitas Sydney yang ia tulis, mengambil topik konsep maskulinitas dalam sastra untuk anak dan remaja di Indonesia.

Dalam dunia akademik tingkat global, pembahasan maskulinitas berkembang sekitar tahun 1980, dengan pelopor tokoh-tokoh dunia bagian utara. Sehingga, sumber-sumber mengenai studi maskulinitas bersumber pada penelitian mengenai laki-laki di Barat.

"Di Indonesia, studi ini belum banyak diproduksi. Ini kesempatan yang masih luas karena belum banyak dieksplor dan membantu kita untuk memahami mengenai bagaimana laki-laki di Indonesia," ujar dosen yang mengambil program magister di Universitas Auckland ini.

Untuk menunjang kepakarannya, Nur Wulan mengikuti dua asosiasi skala internasional yaitu American Men's Studies Association dan Inter Asia Cultural Studies Consortium. Di sana, ia memiliki banyak kesempatan untuk bertukar pikiran dengan akademisi dengan rumpun keilmuan yang sama dari berbagai belahan dunia. Sebagian besar yang ikut dalam asosiasi tersebut adalah orang-orang dari belahan dunia utara.

"Saya memiliki banyak kesempatan untuk berkontribusi memberikan pemahaman kepada akademisi di dunia mengenai maskulinitas, agar pengetahuan mengenai maskulinitas lebih beragam dan imbang. Tidak hanya didominasi maskulinitas Barat," ungkapnya.

Dengan bergelut pada studi ini, Wulan memiliki keinginan untuk memperluas horizon pengetahuan masyarakat tentang maskulinitas dan feminitas agar imbang. Sebab selama ini, apa yang yang bersumber dari Barat lebih sering dianggap sebagai nilai yang universal. Padahal, banyak hal yang tidak universal tapi dianggap universal karena yang memproduksi adalah orang Barat.

Wulan berharap, studi maskulinitas di Indonesia bisa berkembang dan bisa memberi pemahaman mengenai konsep kelelakian. Dengan demikian laki-laki bisa lebih sadar bahwa untuk menjadi laki-laki sejati tidak harus straight, rasional, dan dominan. Agar ada sinergi antara laki-laki dan perempuan.

"Studi gender masih banyak berkutat mengenai feminis dan keperempuanan. Sebetulnya, mempelajari maskulinitas studies itu sangat penting untuk menciptakan tatanan gender  yang lebih egaliter. Karena selama ini yang dipelajadi dalam studi jender kan perempuan, feminisme. Laki-laki punya peran penting untuk mendukung gender order yang lebih egaliter," tambahnya. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline