Lihat ke Halaman Asli

Ki Samidjan, Mengubah Limbah Sampah Menjadi Sebuah Wayang

Diperbarui: 1 Mei 2016   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wayang Limbah (Ki Samidjan)

Kecintaan seseorang terhadap seni takkan dapat diukur dan dibeli dengan apapun termasuk dengan rupiah. Ki Samidjan seorang lelaki yang semenjak kecil kecintaannya kepada seni pewayangan bermula ketika ia mendengarkan banyak cerita-cerita yang dituturkan secara turun-temurun. Ki samijan bercita-cita menjadi seorang dalang kulit tetapi cita-cita ini terlalu tinggi bagi anak seorang petani. Meskipun cita-cita nya belum terwujud, namun cita-cita ini belum terkuburkan.

Cita-cita yang tertunda itu, Ki Samijan lampiaskan dengan membuat karakter-karakter pewayangan, mengandalkan ingatan tanpa bimbingan. Hasilnya, beratus-ratus wayang kulit kardus yang lekas aus. Berbagai bahan kemudian Ki Samijan coba, mulai dari kayu tripleks (kayu lapis), seng, karton dan akhirnya sampah plastik. Dari semua bahan itu, plastik adalah bahan yang dinilai mampu menggantikan kualitas wayang kulit sesungguhnya. Setidaknya plastik memberikan kelenturan yang sama dengan kulit. Plastik juga murah dan mudah diperoleh. Dengan demikian sejak tahun 2000/2001 Ki Samijan berkreasi dengan plastik.

Semula Ki Samijan membuat wayang dari limbah plastik hanya untuk memberikan hiburan kepada keluarganya. Tetapi, perkembangan permasalahan bangsa yang diamati di media massa, membuat beliau tertantang bahwa plastik kereasi buatannya dapat turut menyumbang satu penyelesaian bagi masalah lingkungan. Pembuat wayang berbahan baku plastik bukan hanya Ki Samijan seorang, ada banyak seniman lokal yang berbaakt dan kratif menciptakan wayang berbahan baku plastik. Ki Samijan sangat senang karena merasa ditemani oleh semangat teman-teman sesame seniman wayang dan beliau ingin melestarikan kebudayaan asli Indonesia sekaligus menjawab krisis lingkungan.

Wayang Limbah

Bahan baku plastik sengaja Ki Samijan pilih dari barang-barang bekas sepeti map, ember, atap, jeligen, sandal, apapun yang cocok. Sehingga, lebih tepat jika karya ini di sebut “Wayang Limbah”. Selain karena berbahan baku dari ‘sampah’, limbah juga bermakna welinge simbah(pesan leluhur), yaitu untuk selalu memelihara keindahan dunia (memayu hayuning bawana). Praktis, aktivitas Ki Samijan di sela-sela kerja formal adalah memungut yang terbuang dan berkreasi dengannya. Beliau sadar, wayang limbah tidak akan menghentikan kerusakan lingkungan akibat pembangunan yang salah arah, tetapi kreasi ini setidaknya dapat memperlambat kerusakan lingkungan akibat gaya hidup kita. Beliau berharap, usahanya dapat berkembang di tangan generasi muda.

Kendati dinilai oleh banyak pihak mampu menghadirkan keterbaruan dan keunikan dalam karya seni wayang limbah, Ki Samijan tidak berniat mematenkan karyanya karena sesungguhnya beliau bukanlah penemu dan pencipta seni pewayangan. Beliau hanya meneruskan karya yang belum selesai dari para peletak dasar kebudayaan asli bangsa Indonesia. Akhirnya beliau berharap karya ini dapat di publikasikan seluas-luasnya agar dapat menjadi bagian penyelamatan lingkungan hidup.

Melalui tulisan ini saya berharap akan lebih banyak orang yang peduli terhadap seni wayang dan bahaya krisis lingkungan karena limbah. Jujur saya bukanlah seorang yang memiliki darah keturunan Jawa namun ini bukan masalah suku atau silsila keturunan. Ini lebih kepada siapa yang peduli terhadap budaya asli Indonesia dan menjadi bukti bahwa kalian mencintai bangsa ini. salah satunya dengan mencintai budaya.

Salam Budaya..

img-9024-min-jpg-5725811f177b61380b511926.jpg

Foto Bareng Ki SamidjanYogyakarta, 1 Mei 2016

Museum Pendidikan Indonesia,

Wayang Limbah ( Samidjan ), alamat Karangwaru Lor TR 2 No 83 Yogyakarta, 55241

0857-4380-8574 Email : wayanglimbah@yahoo.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline