Lihat ke Halaman Asli

ADE IMAM JULIPAR

AutoCAD Trainer

Kant dan Pengikut

Diperbarui: 12 Februari 2018   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://nlcsethicsproject9fshreyarajani.weebly.com/immanuel-kant.html

Filsafat modern tak akan bisa melepaskan diri dari pengaruh Kant. Bahkan Schoopenhauer Pernah mengatakan: "setiap orang akan tetap kanak-kanak sampai ia dapat memahami filsafat Kant".  Padahal Schoopenhauer adalah seorang filsuf yang sangat berpengaruh. Tetap saja dengan kerendahan hati dia mengakui Kant lah yang terbaik diantara yang terbaik.

Hegel dengan gumaman  senada juga mengatakan " untuk menjadi filsuf, orang mula-mula harus menjadi pengikut Kant".   Filsuf Jerman yang dikenal sebagai pendiri idealisme moderen ini, pokok-pokok pemikirannya sangat beragam dan mempengaruhi banyak filsuf sesudahnya, mulai dari Marx hingga mazhab Frankfurt dengan tokoh utama Adorno, Horkheimer , Marcuse, dan tentu saja Schoopenhauer. Filsafat Hegel sering disebut sebagai puncak idealisme Jerman. Dan filsafatnya banyak dipengaruhi oleh Kant. 

Konon, di usia yang sangat belia, 13 tahun, Einstein telah membaca Masterpiece-nya Kant:  Critique of Pure Reason. Hal ini pernah saya singgung dalam salah satu tulisan saya yang berjudul: Albert. Dan kita tidak heran kenapa Einstein menjadi manusia jenius sejagat ini. Karena sedari dini dia sudah membekali diri dengan membaca Kant. 

Hal inilah yang dulu sempat membuat saya penasaran. Ada apa dengan  Cinta?  Eeh, Ada apa dengan  Kant? Sampai-sampai beberapa tokoh pemikir dunia pun memerlukan untuk  menggaulinya. Saya hanya mengenal Kant dari buku-buku filsafat yang orang lain tulis. Karya Kant-nya sendiri belum pernah saya baca secara langsung. Jadi, saya mengenal Kant hanya sebatas dari cerita orang. 

Dan rasa penasaran itu pula yang mengantarkan saya beberapa belas tahun lalu ke sekitaran Senen. Tepatnya di pinggiran Terminal Senen. Disana berderet lapak-lapak buku. Ya, saya mencoba mencari Critique of Pure Reason-nya Kant.  Tidak sampai 10 menit, saya sudah mendapatkannya. Buku dengan tebal lebih dari 600 halaman itu akhirnya bisa saya bawa pulang. Tentu saja setelah saya membayarnya. Kalau membawa pulang tapi tidak membayar, bisa-bisa saya diteriakin maling. Babak belur lah nanti digebukin orang se-Terminal Senen.

Sampai rumah sudah tak sabar saya ingin menyelaminya. Saya buka lembar demi lembar sambil ditemani kopi susu dan sebungkus rokok menthol. Memang luar biasa isinya. Tidak bisa difahami hanya dengan sekali baca. Dibutuhkan tingkat pemahaman yang di atas standar untuk mencapai sesuatu di balik deretan kata-kata yang tercetak itu.

Baru saja selesai dengan kata pengantar, memasuki awal-awal pendahuluan, benak saya langsung digedor oleh pernyataan bahwa:  sumber pengetahuan itu diperoleh tidak hanya dari satu unsur saja melainkan dari dua unsur yaitu pengalaman inderawi dan akal budi. Pengetahuan a-priori merupakan jenis pengetahuan yang datang lebih dulu sebelum dialami, seperti misalnya pengetahuan akan datangnya banjir seperti minggu-minggu kemarin menimpa kampung asal saya, sedangkan a-posteriori sebaliknya yaitu dialami dulu baru mengerti misalnya dalam mengoperasikan software AutoCAD . 

Kalau salah satunya saja yang dipakai misalnya hanya empirisme saja atau rasionalisme saja maka pengetahuan yang diperoleh tidaklah sempurna bahkan bisa berlawanan. Filsafat Kant menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan gabungan antara keduanya. Dialektika pun kembali muncul disini. 

Saya lanjutkan membaca. Dengan beberapa kali hisapan Marlboro Black Menthol dan beberapa teguk kopi, fokus dan konsentrasi saya tetap terjaga. Di tengah-tengah keasyikan membaca, sampailah saya pada sebuah proposisi. Waduh, jadi ketularan Kant nih. 

Kant menggunakan diksi proposisi untuk menggantikan: pernyataan. Ya, di tengah-tengah keasyikan membaca, saya menemukan sebuah pernyataan Kant yang berbunyi: "Pengetahuan manusia terbatas pada bidang penampakan atau fenomena, sehingga benda-pada-dirinya-sendiri (das Ding an sich) tidak pernah bisa diketahui manusia. "

Saya coba mencari penjelasan dalam contoh kasus sehari-hari. Istri saya sering membuatkan saya nasi goreng. Nasi goreng sosis. Dia selalu membuatkan nasi goreng ketika saya malam-malam menulis. Nah, apa yang saya ketahui tentang nasi goreng itu bukanlah nasi goreng itu sendiri, melainkan gagasan saya tentang nasi goreng. Jadi hanya sebatas gagasan. Inilah batas pengetahuan saya tentang nasi goreng. Nasi goreng yang terlihat dan terindrai oleh mata saya di meja kerja. Sedangkan "das Ding an sich"nya sendiri tak pernah bisa diketahui oleh saya. Walaupun ada usaha untuk mengetahui, itu akan terhenti pada pengetahuan indrawi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline