Lihat ke Halaman Asli

Sabri Leurima

Ciputat, Indonesia

Cerpen| Oilalang Pangandaran

Diperbarui: 17 Desember 2019   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Gelap masih berkuasa di atas kepala bumi, suara ayam berkokok disekelilingi komplek Perum Bumi Sentosa, segumpal kasur masih berbau badan yang hampar dari kotoran debu transportasi darat. Aku menyadarinya saat terbangun setelah mendengar suara bocah-bocah rempong berebutan remot TV.

Bocah-bocah rempong tersebut adalah Mido, Sany, dan Ulu. Mereka adalah ponakanku yang keras kepala tapi walau sekeras kepala apapun mereka sebagai seorang pria dewasa tentu aku sangat sayang kepada mereka. Bukan saja mereka bertiga, ada adik Ferdy, Ponakanku Aqila dan Miran juga turut mewarnai kebrisikan itu.

Mereka membangunkan ku yang sedang asyik tidur di teras rumah bersama Yasir. Beberapa anak muda sekampung sudah bersiap menunggu Mobil Bus di Jalan Yupiter IV. Berdandan keren, laki-laki maupun perempuan, tengah bersandar di dinding pagar rumah tetangga. Informasi yang beredar ditelinga kalau mobil bus akan tiba pada pukul 06 lewat.

Sebagai bagian dari gerombolan oilalang ( berjalan) basudara Louruhu Mowae Jabodetabek menuju Pangandaran di Jawa Barat. Antusias dan rasa semangat mengalahkan rasa lelah dari malam yang tidurnya hampir semuanya dari laki-laki, tidurnya tidak maksimal. Aku terbangun secara maksimal saat ibuku membangunkanku dengan karakter suara halusnya. Bocah-bocah yang sebelumnya aku ceritakan diawal gagal dalam hal itu.

Ngantuk dan rasa pusing dikepala sangat kurasakan pada pagi yang manja. Mereka yang lain telah berdandan rapih, aku hanya bisa cuek mengamati mereka.

"Ah, tidak usah pergi deh. Lebih baik aku dirumah saja bersama Panco yang kebetulan juga tidak ikut ke Pangandaran".

Tidak lama lafadz itu jatuh, suara teriakan dari lantai bawah. Aku yang tidur dilantai dua dengan cepat kemudian turun untuk menengok, siapakah pemilik gerangan suara tersebut. Ternyata sang pemilik suara adalah Onco Hj Anung, sekaligus pemilik rumah yang aku tiduri dari malam kemarin.

"Sabri, coba ose bangunkan Yasir dulu," kata Onco Hj.

Ohiya Onco. Yasir, Yasir, Yasir. Tiga kali aku memanggilnya namun tidak direspon. Mungkin sedang asyik tidur sepertinya. Pikirku demikian.
Kalau dengan memanggil, berpotensi besar bahwa dia tidak akan bangun. Sebaiknya digoyang saja tubuhnya.

"Yasir, Yasir e, Yasir. Bangun dulu. Onco Hj panggil," desakku menggoyakan tubuhnya.

Adehhh, bilang beta kepala sedang sakit. Yasir menyuruhku untuk mengatakan hal yang ia ucapkan kepada Onco Hj Anung. Aku juga hedak ditegur oleh Onco Hj. Sebab ada yang memberitahunya lebih dulu kalau aku tidak akan ikut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline