Lihat ke Halaman Asli

Abi Azzam Alhanan

Berprofesi sebagai Guru Kimia SMA di SMA AL-FITYAN SCOOL MEDAN. Alumnus TOT Taplai Lemhannas Tahun 2020

Korelasi Minat Membaca dan Peluang Indonesia Memimpin Peradaban

Diperbarui: 13 September 2022   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

detik.com

Faktor Indonesia berpeluang Memimpin Peradaban

Harus diakui memimpin peradaban itu sangat erat kaitannya dengan faktor kualitas pembangunan manusia dan kondisi demografi. Paragraf berikutnya akan  dibahas mengenai factor kualitas pembangunan manusia salah satu indikatornya adalah minat membaca. Lalu, diposisi manakah kualitas sumber daya manusia Indonesia ditinjau dari minat membacanya?

Secara langsung maupun tidak langsung, kebiasan membaca menjadi salah satu indikator kualitas bangsa. Oleh UNDP (United nations Development Progamme), angka melek huruf telah dijadikan salah satu indikator untuk mengukur kualitas suatu bangsa. 

Tinggi rendahnya angka melek huruf menentukan tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia (HDI), dan tinggi rendahnya HDI menentukan kualitas suatu bangsa.

UNDP mencatat, HDI Indonesia berada di peringkat 113 dari 188 negara. jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia berada diperingkat 58, Thailand 74 dan Brunei Darussalam peringkat 31. 

Sangat jelas bahwa kualitas bangsa Indonesia masih sangat tertinggal dari negara tetangga. Salah satu kekalahan Indonesia dari negara lain adalah angka melek huruf dan minat membaca masyarakatnya. (https://www.cnnindonesia.com.)

Meminjam istilah guru besar sastra Indonesia, Taufiq Ismail mengatakan bahwa Indonesia mengalami 'Tragedi Nol buku'. Mari kita teropong masalah ini, dengan mempertajam focus lensa pengamatan ke SMA.   Sastrawan Taufiq Ismail pernah melakukan riset tentang kewajiban membaca buku sastra dibbeberapa negara dikalangan pelajar SMA selama 3 tahun masa belajar mereka. 

Hasil risetnya menunjukkan, para pelajar SMA di Jerman wajib membaca 32 buku sastra, di Belanda 30 buku, di Amerika Serikat 25 buku, di Jepang 12 bku, di Singapura 6 buku, di Malaysia 6 buku, dan di Indoesia Nol buku. 

Tragedi nol buku ini merupakan suatu yang sangat mengerikan. Sebagai tamatan SMA Indonesia, mari kita ingat-ingat berapa buku sastra yang wajib dibaca selama 3 tahun disekolah kita dulu, yang disediakan diperpustakaan, dibaca tamat, kita menulisnya, lalu diujikan. (https://edukasi.kompas.com.)

 Tampak jelas, kalau Indonesia ingin memperbesar peluang menjadi pemimpin peradaban maka harus berbanding lurus dengan meningkatnya kualitas bangsa Indonesia. Dan salah satu cara meningkatkan kualitas bangsa dengan menanamkan kepada masyarakatnya semangat membaca. Fenomena "pengangguran intelektual" tidak akan terjadi apabila masyarakat memiliki semangat membaca yang membara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline