Lihat ke Halaman Asli

Safri Sebastian Sihombing

Sales-marketing dan Finance Specialist | Writer dan Debater | Social-Economics Researcher

Pancaran Cahaya Pendidikan Tanpa Batas dari Seorang Ibu: Ibu adalah Sosok yang Tak Terkalahkan

Diperbarui: 21 November 2020   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu Sekolah Pertamaku; Wajah Ibuku (Safri Sebastian Sihombing) (Dok. pribadi)

"Ibu adalah sebuah surat cinta dan pancaran cahaya pendikan tanpa batas yang tak terkalahkan oleh siapapun" Safri Sebastian Sihombing

Setiap orang di dunia pasti memiliki cerita khusus dan tersendiri yang pernah dialami oleh masing-masing dengan sosok ibu mereka. Ibu merupakan sosok yang selalu melekat dalam diri seseorang mulai dalam kandungan sampai pada masa dewasa. Ibu adalah orang pertama yang mengetahui keberadaan raga dan kondisi yang kita alami. Tidak heran bahwa seorang anak sangat menyayangi dan mengagumi ibunya. Demikian jugalah hal yang saya rasakan dalam kehidupan sehari-hari yang saya jalani. Menurut pribadi saya, ibu adalah seseorang yang tak akan terkalahkan.

Suatu hari saya berjumpa dengan seorang teman saya yang bekerja sebagai polisi. Kami berbincang-bincang yang mengarah pada pembahasan keluarga. Teman saya tersebut kemudian menceritakan kondisi ibunya yang kini memprihatinkan. Seperti yang kami ketahui sebelumnya bahwa ibu nya memiliki sedikit gangguan jiwa yang diakibatkan oleh kecelakaan enam bulan setelah menikah dengan ayahnya. Akan tetapi hal yang menjadi sorotan dan bernilai penting dari kehidupan teman saya ini adalah keberadaan seorang ibu yang dapat membesarkannya hingga kini bisa menjadi polisi. Dengan kondisi ibunya yang mengalami kekurangan berupa gangguan jiwa dapat mendidik, mencintai, dan memperjuangkannya hinga  saat ini menjadi anak yang berguna.

Perbincangan dengan seorang teman (Dok. pribadi)

Cerita hidup teman saya ini hampir mirip dengan apa yang saya alami dalam kehidupan nyata saya. Ibu adalah orang yang sangat berharga, pendidik tanpa batas dan sosok yang tak terkalahkan. Ibu saya adalah seorang petani yang tidak lulus sekolah dasar (SD). Saya lahir pada keluarga yang kurang mampu atau miskin tahun 1998 di sebuah daerah provinsi Riau dengan kondisi kesehatan yang kurang normal.

Beberapa bulan setelah saya lahir kondisi tubuh saya menunjukkan hal yang tidak normal. Kondisi semakin memburuk ketika saya jatuh sakit yang cukup parah dan memprihatinkan. Dikarenakan kondisi keuangan keluarga yang tidak mencukupi ibu saya setiap hari menangis tanpa henti dan mencari pertolongan agar saya dapat sembuh dari penyakit yang saya alami. Namun, tidak ada jalan keluar kala itu. Ibu hanya dapat berdoa dan terus menangis sambil mengendong dan membawa  saya berobat ke tempat yang sanggup untuk ia bayar. Akan tetapi tidak ada perubahan sama sekali. Hingga pada suatu hari ibu  membawa saya berobat ke sebuah tempat dan akhirnya kondisi kesehatan saya juga membaik. Ibu tiada menyerah untuk menyelamatkan nyawa saya.

Foto Waktu Keci (Safri Sebastian Sihombing) (Dok. pribadi)

Sejak dalam kandungan ibu selalu menjaga dan mendidik saya hingga kini sudah dewasa. Bahkan ia rela mengorbankan waktu, tenaga, dan segalanya untuk saya dapat bertumbuh dan berkembang ke arah jalan kesuksesan dan kebaikan. Pada saat kelas enam sekolah dasar (SD), Ibu dan ayah saya mengajak kami sekeluarga untuk pindah ke wilayah Sumatera Utara dan melanjutkan segala aspek kehidupan di sana. Saya selalu ingat dengan pelajaran berharga yang selalu ia sampaikan kepada kami. Ia selalu berkata bahwa kami harus lebih sukses dari kedua orang tua kami.

Ibuku memang tidak lulus sekolah dasar (SD), tetapi ibuku adalah seorang pendidik  tangguh yang sukses meluluskan anak-anaknya hingga pendidikan tinggi. Ibuku rela mengorbankan segalanya untuk mengajariku banyak hal dan arti hidup yang sesungguhnya. Dengan keadaan ekonomi yang tidak mampu (miskin) ibu dan ayahku merelakan dirinya untuk pindah dari daerah perkotaan di Riau dan menetap pada daerah perkampungan di  Sumatera Utara agar kami anak-anaknya dapat bersekolah dan menempuh pendidikan yang tinggi.

Di perkotaan Riau sesungguhnya semua kebutuhan baik kebutuhan pokok dan non pokok haruslah serba beli. Demikian jugalah pendidikan di sana, untuk mencicipi pendidikan keluarga  kami harus menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta dikarenakan sekolah negeri jauh dari rumah kami. Untuk itulah mengapa keluarga kami pindah ke kampung di Sumatera Utara.

Perjuangan ibuku rela menumpang agar anak-anaknya bisa mencicipi pendidikan (Dok. pribadi)

Ayah saya juga adalah seorang petani dengan kondisi kesehatan yang sudah tidak normal. Ibu saya juga sebenarnya memiliki kesehatan yang rendah khusunya pada bagian kakinya. Ibu saya berjalan kondisi yang kurang normal. Akan tetapi ibu selalu berusaha hadir dalam kehidupan kami. Ibu yang banyak mengajarkan saya untuk terus belajar dan mengejar cahaya impian. Ibu selalu mendukung pendidikan kami, padahal ia tidak tahu dan paham apa itu pendidikan. Dari sana saya banyak belajar bahwa kekurangan seorang ibu tidak dapat membatasi kesuksesan seorang anak.

Ibu tidak pernah meyerah; Foto ibuku sehabis pulang dari ladang (Dok. pribadi)

Ibu adalah sekolah pertamaku, saya ingat bahwa setiap hari nya saat masih sekolah pada pendidikan menengah dan atas, ibu selalu berjuang agar kami dapat sekolah. Bahkan dengan sendirinya ibu saya berusaha untuk memenuhi kebutuhan sekolah kami. Itulah sebabnya mengapa saya sangat mengagumi ibuku. Ibu adalah tempat atau sekolah pertama dan fundamental dalam kehidupanku. Tanpa seorang ibu yang sekalipun tidak lulus sekolah dasar maka sekolahku juga akan terhambat. Sosok pendidik sejati dalam kehidupanku adalah ibuku. Ibuku mungkin tidak sepintar guruku di sekolah yang lulus sarjana, akan tetapi ibuku adalah sosok yang sukses meluluskan dan membesarkanku hingga sarjana.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline