Lihat ke Halaman Asli

Azilah MaysarahSiregar

Mahasiswi angkatan '18 UIN Sultan Syarif Kasim Riau, jurusan Administrasi Negara di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.

Bimbingan Al Quran dan As-Sunnah, Bekal Kepribadian Masa Depan Anak-anak Korban Kekerasan

Diperbarui: 22 Januari 2020   15:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Azilah Maysarah Siregar

Masa depan bangsa dan negara berada pada tumbuh kembang anak-anak saat ini. Setiap anak dianggap sebagai aset, cikal bakal penerus perjuangan bangsa, serta sebagai rahmatan lil'alamin pewaris keberlangsungan ajaran islam di masa depan. Anak berada pada periode perkembangan yang merentang dari masih berada dalam kandungan sampai dengan usia 18 tahun. Periode ini adalah masa peletakan dasar psikologi anak. Psikologi anak sebagai pembentuk karakter anak dalam menjalani hari-hari masa perkembangannya. 

Secara umum anak memiliki perbedaan dengan orang dewasa, anak memiliki kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban. Ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, serta karakter anak yang akan lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang di terimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa (Augustinus, 1987).

Sejalan dengan hal tersebut, anak juga memiliki hak untuk hidup, hak mendapatkan kasih sayang, hak terhadap tempat bagi perkembangannya, hak atas rasa aman serta hak untuk perlindungan dari eksploitasi, pelecehan dan kekerasan. Kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak baik secara fisik maupun emosional. Karena kekerasan bukan hanya secara fisik, tetapi secara psikologis, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara sosial (Hurairah, 2012). 

Rasa sakit dan ancaman terhadap kekerasan menimbulkan pengalaman traumatis untuk masa perkembangan anak. Segala bentuk kekerasan yang dialami seorang anak secara otomatis akan direkam oleh alam bawah sadar mereka dan dibawa sampai kepada masa dewasa sepanjang sisa hidupnya. Rekaman-rekaman otomotis akan menjadi pemicu karakter anak di usia dewasa, kemungkinan terburuknya mereka dapat kembali mengaplikasikan kekerasan tersebut pada generasi penerus mereka selanjutnya yang pada akhirnya terus berlanjut turun menurun dan menciderai karakter anak bangsa.

Fenomena kekerasan terhadap anak ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya pengaduan yang masuk pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Pada tahun 2018 terdapat 4.885 kasus kekerasan pada anak di Indonesia. Padahal Indonesia lewat lembaga-lembaga tinggi negara telah mencanangkan keputusan untuk fokus pada program penanganan kasus kekerasan terhadap anak dari hulu ke hilir setiap tahunnya. 

Tetapi tetap saja, fenomena kekerasan pada anak tidak mengalami penurunan secara signifikan. Bahkan Undang-undang yang diberlakukan negara belum sepenuhnya cukup untuk meminimalisir aksi kekerasan pada anak. Dan perlu kita ingat bahwa ini hanya sebagian pengaduan yang masuk di lembaga negara, ada puluhan bahkan ratusan kasus yang tidak kita ketahui bagaimana kelanjutan dan proses penanganannya.

Sudah menjadi tupoksi orang-orang terdekat untuk bertanggung jawab mengupayakan perlindungan serta tumbuh kembang seorang anak. Bagaimana pola asuh keluarga akan sangat mempengaruhi karakter anak. Kekerasan bukan hanya secara fisik, tapi bagaimana orang tua memberikan rasa aman serta nyaman, memberikan keadilan dan mendapatkan kasih sayang secara utuh dari keluarga. 

Namun kenyataannya  sering kita temui akan lalainya peran orang-orang terdekat untuk menjalankan fungsi dan peranan mereka terhadap tumbuh kembang anak yang ditimbulkan karena hilangnya kesadaran diri untuk memberikan perlindungan, kasih sayang dan keadilan. Bahkan tidak jarang orang tua tidak mengetahui sang anak sedang mendapatkan perilaku kekerasan dari pihak luar  atau lingkungannya. 

Bagaimana lingkungan luar memperlakukannya dan bagaimana kepribadian sang anak setelah mendapatkan kekerasan baik secara fisik, psikologi bahkan kekerasan seksual. Padahal selaras dengan periode dan keadaan, sering kali anak tidak mengerti bahwa mereka adalah korban dari aksi kekerasan.

Salah satu cara yang dapat di lakukan untuk menghadapi para anak yang manjadi korban kekerasan adalah memberikan bimbingan dan pemahaman tentang agama atau langkah-langkah dalam menginterpretasikan nilai-nilai agama yang berlandaskan Al-qur'an dan As-sunnah. Malalui ilmu bimbingan Al-Quran dan As-Sunnah dapat dijadikan bekal kehidupan masa depan anak-anak korban kekerasan. Adapun landasan utama bimbingan Al-Quran dan sunnah Rasul adalah keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat Islam. Seperti disebutkan oleh Nabi Muhammad saw sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline