"Belum nulis?"
"Masih mikir, Bang!"
"Kalau nulis, gak usah mikir?"
Itu percakapan melalui aplikasi pesan pada salah satu grup menulis. Seperti biasa jika ada keluhan belum menulis atau tersendat menulis, dengan alasan masih dipikirkan. Aku dengan leluasa berucap, "hajar!"
Alasanku? Menulis dan berpikir itu adalah kata kerja. Artinya, tak akan ada bukti nyata jika tidak dikerjakan. Keduanya hanya berbeda proses dan hasil. Namun akibat atau manfaatnya, bisa saja sama.
Kenapa begitu? Kok bisa?
Menulis itu, umumnya dilakukan dengan tangan dengan menggunakan beragam media, serta menghasilkan tulisan. Kalau berpikir, dilakukan oleh akal budi, setelah panca indera menangkap bermacam fenomena yang ada, hingga menghasilkan ide tulisan.
Jadi, urutannya adalah berpikir. Kemudian menuangkan hasil pikiran, berupa tulisan yang sudah dipikirkan. Menulis tanpa berpikir, acapkali melahirkan risiko tak terduga. Bila ingin menulis tapi belum berpikir, sebaiknya ditunda, kan?
Berbahagialah jika dikaruniai multitasking. Secara bersamaan mampu menulis sekaligus berpikir. Tapi, tak semua orang memiliki kemampuan itu, kan? Ada banyak orang yang butuh waktu membuat kerangka atau konsep sebuah tulisan, sebelum menjadi tulisan utuh.
Adakah orang yang menulis tanpa berpikir? Fakta sederhana yang bisa kuajukan adalah, seberapa sering menghapus pesan semisal di grup Whatsapp usai menekan tombol kirim? Silakan selami sendiri alasan di balik penghapusan pesan tersebut. Ahaaay...
ilustrasi gambar Perempuan Penulis (sumber gambar : pixabay.com)
Sering Berpikir namun Tak Menulis?