Lihat ke Halaman Asli

Salam Natal Untuk Natal dan Natalia

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya Natal, asli Singkawang, berkulit putih, mahasiswa, dan dia adalah teman satu kost. Malam ini, adalah malam natal yang amat dinantikannya. Dia akan melaksanakan misa pada sekitar pukul 10 malam dan kurasa ia akan pergi ke gereja dengan menumpang taksi atau ojek. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku siap mengantarkannya ke gereja, daripada dia mengeluarkan ongkos taksi atau ojek.

Natal telah berdandan rapi dan wangi, dan kamipun segera meluncur. Di gereja, suasana sudah mulai ramai dan riuh, aparat juga sigap mengamankan malam natal. Natal turun dari motor dan kusalami dia. Kuucapkan selamat natal dan semoga dia mendapatkan kebahagiaan natal meski jauh dari orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Kalimantan. Natal tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepadaku. Aku membalas senyumnya dan kami takkan melupakan malam seperti ini, persis ketika aku juga takkan lupa untuk mengingat bagaimana dia sering menggedor kamar kostku di tengah malam pada bulan puasa saat aku harus bangun untuk sahur. Ya benar, dia memang sering membangunkanku untuk makan sahur ketika bulan Ramadhan.

**

Berbeda dengan Natal, setiap hari natal aku juga teringat Natalia, teman dekatku ketika SMA. Dulu, kami sering belajar bersama, dan kami tak menyangka bahwa ada getar-getar tertentu di hati kami ketika itu. Natalia cewek yang lincah dan periang, rambutnya dikuncir dua, dan matanya bulat seperti bola bekel. Meski pada saat natal dia akan bersama keluarganya, tapi Nat, -begitu aku biasa memanggilnya-, tak lupa datang ke rumahku untuk memberikan satu kotak kue yang manis dan lezat.

Bagi kami ketika itu, biarlah terjadi saja apa yang terjadi seperti ruang dan waktu yang berjalan beriringan itu. Saat lebaran, Natalia juga mampir ke rumahku dan makan ketupat bersamaku. Tak ada yang aneh dan lucu. Kami memang berusaha untuk bersama hingga suatu ketika, setelah lulus SMA, kami menjadi berjauhan karena dia kuliah di tempat yang berbeda dengan tempat kuliahku. Meski akhirnya kami benar-benar tak bisa bersama, tapi aku selalu mengucapkan salam natal untuknya. Untuk hari-hari kami yang dulu. Untuk getar-getar yang telah diukir sejarah. Untuk persahabatan yang tak lagi mengenal ruang dan waktu.

**

Dalam hidup, ada empati. Dalam perjalanan sejarah, ada tenggang rasa. Hanya empati dan tenggang rasa yang mungkin hidup. Kesamaan hidup tentu takkan bisa hidup. Berbeda adalah keniscayaan, sehingga sama pasti mati. Tapi untunglah empati dan tenggang rasa bisa hidup, jika semua orang bisa menghidupkannya.

Empati adalah merasakan seperti apa yang dirasakan orang lain. Tenggang rasa adalah memahami perasaan orang lain. Jika kamu bisa merasakan betapa beratnya hidup miskin, maka kamu akan berempati kepada orang miskin. Jika kamu bisa memahami bagaimana sakit hati orang yang dihina dan diremehkan, maka kamu takkan mungkin menghina atau meremehkan orang lain.

Saat Natal, seperti juga saat Lebaran, adalah saat dimana orang-orang yang merayakannya meretas kebahagiaan dengan cara mereka. Bagi entitas yang berbeda, tentu saja saat seperti itu adalah saat dimana bisa memilin kembali rasa empati dan tenggang rasa. Bantulah mereka untuk berbahagia, sigaplah menjaga kedamaian mereka. Hanya itu yang bisa dilakukan jika empati dan tenggang rasa adalah cita-cita.

**

Rasa saling curiga adalah rasa yang muncul ketika seseorang tidak paham bagaimana berbeda bisa terjadi. Rasa curiga adalah vonis prematur bagi orang-orang yang tidak paham perbedaan. Rasa itu muncul karena kesalahan manusia sendiri yang tak suka dan enggan untuk bergaul dengan mereka yang berbeda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline