Lihat ke Halaman Asli

Yusran Darmawan

TERVERIFIKASI

Quraish Shihab, Ulama Bugis Penggila Real Madrid

Diperbarui: 4 Agustus 2015   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Muhammad Quraish Shihab (foto: liputan6.com)"][/caption]

 

DARI tanah Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, lelaki itu memulai hari. Ayahnya menginginkan agar anaknya bisa memberikan pencerahan di kampung halamannya di tanah Bugis. Tak disangka, lelaki itu tak hanya mencerahkan kampungnya, ia merambah jauh hingga menjadi ahli tafsir Al Quran yang disegani dan menginspirasi Indonesia.

Menyimak masa kecil dan perjalanan hidupnya, terselip sedemikian banyak mutiara kehidupan. Ia menjalani masa kecil yang penuh kisah menarik di tanah Makassar. Ia mengidolakan Alfredo di Stefano dan klub Real Madrid sampai-sampai ia menabung demi menyaksikan Los Blancos saat tandang ke Mesir. Ia luar biasa produktif ketika melahirkan puluhan buku-buku bertemakan keislaman serta Tafsir Al Mishbah, yang tak akan pernah bisa ditandingi warga media sosial yang saban hari berbicara Islam seolah merasa paling paham keislaman. Ia figur rendah hati dan selalu mau belajar.

Berikut kisah-kisah Quraish yang tak banyak diketahui publik.

***

HARI itu, kehebohan terjadi di sungai Salo, Rappang, Sulsel. Seorang bocah hanyut di sungai. Semua warga langsung kalang-kabut. Semuanya lalu menyusuri sungai demi menemukan bocah itu. Bocah yang hanyut adalah cucu dari Puang Cahaa, nama lain dari seorang nenek bernama Zahra. Setelah lama hanyut, bocah itu akhirnya ditemukan. Ia hampir saja tewas oleh derasnya sungai yang membelaah Sulawesi.

Bocah hanyut itu adalah Quraish Shihab. Ibunya adalah Puang Asma, atau sering disapa Puang Cemma. Di kalangan warga Bugis, panggilan Puang diberikan kepada seseorang yang bergelar bangsawan. Nenek dari Puang Cemma bernama Puattulada, adik kandung pemimpin Rappang. Pada masa itu, Rappang bergabung dnegan Sidendreng lalu melebur menjadi bagian dari Indonesia.

Namun warisan sistem tradisional masih nampak di Rappang. Puang Cemma sangat dihormati masyarakat. Quraish masih ingat persis bahwa saat ibunya hadir di satu pesta pernikahan, maka pengantin dan tuan rumah akan turun dari pelaminan. “Mereka akan datang dan mencium tangan Emma. Namanya juga cucu seorang pemimpin,” katanya.

Di kota kecil Rappang, Quraish mulai mengenali dunia. Ia menggambarkan kota kecil itu sebagai “Swissnya Sulawesi.” Meskipun, di kota ini ia menyimpan trauma ketika nyars tewas di sungai. Siapa sangka, peristiwa dirinya hanyut di sungai itu selalu menjadi kenangan yang tak pernah bisa dilupakannya. Setelah adiknya Wardah dan Alwi lahir, ayahnya lalu memutuskan untuk hijrah ke Kota Makassar. Mereka lalu tinggal di Kampung Buton, tepatnya di Jalan Sulawesi, Lorong 194, nomor 7.

Ayah Quraish bernama Habib Abdurahman Shihab, yang merupakan keturunan pejuang Islam asal Hadramaut, Yaman. Quraish memanggil ayahnya dengan panggilan Aba. Sang ayah adalah seorang pengajar studi-studi Islam yang kemudian menjadi guru besar di Institut Agama Islam negeri (IAIN) Alauddin, Ujungpandang. karier sang ayah kian meroket hingga menjadi Rektor IAIN Alauddin. Meski demikian, pada masa-masa alwa, ayahnya membuka bisnis toko kelontong yang lalu dijagai oleh anak-anaknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline