Menjaga Silaturahmi di Masa Pandemi
Allah Swt berfirman, "Hai sekalian manusia, ... Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. an-Nisa)
Memiliki tetangga itu asyik dan banyak cerita menarik soal yang satu ini. Meski ada kisah yang membuat kita gundah gulana karena ada kesalah pahaman dengan mereka namun ada selalu kebaikan yang siap diberikan oleh tetangga kita. Apalagi di tengah kondisi pandemi/ pagebluk ini.
Sejak pandemi muncul hinga kini belum juga usai. Kondisi demikian menyebabkan pemerintah kita melarang mudik di Hari Raya Idul Fitri 1442 H yang membuat banyak orang prustasi karena tida bisa bertemu sanak saudara. Untung saja ada tetangga, kalau tidak repot juga kalau harus berlebaran sendirian di tanah rantau.
Saat kita tidak bisa pergi ke mana- mana tetangga terdekat inilah yang menjadi teman , sahabat sekaligus keluarga terdekat . Apalagi pas ada warga yang terkena Covid 19 , yang pertama kali menolong , memberkan bantuan sudah pasti tetangga sekitarnya. Sudah sering ketika ada orang yang terkena covid 19 maka tetangga merekalah yang pertama kali membantu tanpa pamrih.
Tetangga adalah saudara terdekatku
Pernah ada kisah salah satu ulama yang terkenal kesalehannya dikerjai/ ditest oleh tetangganya sendiri. Suatu saat dia diminta tetangganya untuk datang ke rumahnya. Lalu sang ulama itu datang bertamu, pas sudah sampai di rumah tetangganya kemudian sang tuan rumah dengan tegas mengatakan menunda undangan tersebut alias tidak jadi dan meminta tamunya untuk pulang .Sang ulama pun pulang ke rumahnya tanpa ragu, dia tetap tersenyum meski tidak jadi acaranya. Kalau kita mendapat perlakuan begitu pasti sudah dongkol, dia yang ngundang dia juga yang batalin.
Hari berikutnya ulama itu mendapat undangan lagi dari tetangganya untuk datang ke rumahnya. Sang alim pun datang berkunjung, kemudian lagi -- lagi dibatalkannya undangang tersebut sesaat dia memasuki rumah tetangganya. Sang alim pun pulang dengan tetap menampakan wajahnya yang berseri -- seri.
Hari kesekian sang alim kembali mendapatkan kembali undangan untuk menghadiri acara di rumah tetangganya. Sesaat sampai pintu rumah kembali tetangganya membatalkannya begitu seterusnya. Hingga tuan rumah bosan dengan sendirinya. Ada -- ada aja kelakuan makhluk bernama tetangga ini.
Orang berilmu ini tetap tersenyum meski tetangganya ini sangat kurang ajar kepadanya. Sampai suatu ketika tetangganya ini bosan dan bingung kenapa orang yang dia Jahili tidak pernah marah dan selalu senyum ketika pulang dari rumahnya., padahal sudah berkali -- kali dia mengecewakan tetangganya ini, Kalau itu terjadi pada orang biasa, mungkin bogem mentah mendarat di matanya.
" Wahai tetanggaku, kenapa engkau tidak marah ketika aku perlakukan seperti ini, aku mengundangmu beberapa kali ke rumahku namun sebegitu pula aku membatalkannya. Aku tak pernah melihatmu marah malah tetap tersenyum seolah tidak terjadi apa- apa" Kata tetangganya yang resek ini.
Sang alim pun menjawab pertanyaan tetangganya ini dengan tenang . " Aku menerima undanganmu dan aku merasa senang. Memenuhi undangan adalah kewajibanku untuk memenuhinya dan Allah menyukainya. Ketika engkau membatalkan acaranya aku pun tidak merasa rugi, aku sudah memenuhi kewajibanku, begitu seterusnya. Engkau adalah tetanggaku dan wajib hukumnya aku menghormatimu, memperlakukanmu dengan baik laiknya saudara"