Lihat ke Halaman Asli

Dr. Yupiter Gulo

TERVERIFIKASI

Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

Ketika Caleg Sekelas Pencari Kerja Lolos, Apa yang Diharapkan?

Diperbarui: 24 April 2019   19:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Calon Legislatif | Sumber gambar: poskotanews.com

Gonjang ganjing hasil hitung cepat Pilpres sudah seminggu berlalu, dan negeri ini memiliki dua orang Presiden RI 2019-2024 hasil QC dan Exit Poll. Presiden pertama adalah Prabowo Subianto yang sudah mereka deklarasikan sendiri sebanyak tiga kali, bahkan sudah ada syukuran besar-besaran dikediaman Prabowo. Dan Presiden kedua, sang petahana Joko Widodo yang sudah sekali menddeklarasikan kemenangannya tetapi belum ada syukuran.

Pro dan kontra hasil quick count Pilpres sudah sampai puncaknya dan pelan-pelan mulai cooling down. Nampak semuanya sudah kelelahan untuk terus berteriak siang dan malam tanpa jedah untuk menyuarakan masing-masing merasa yang benar dan sebagai pemenang.

Ini semua dinamakan euforia Pemilu serentak dan nafsu untuk menjadi pemenang dan dianggap paling benar. Padahal, real count masih berjalan terus oleh KPU, dan suara masuk yang sudah dihitung sampai sekarang, baru sekitar 26% dari total 800.000-an TPS. Semoga target pengumuman tanggal 22 Mei 2019 dicapai agar rakyat dan bangsa ini tidak terus menerus berhadap-hadapan.

Bagaimana dengan Pemilihan Legislatif, yang harus menjaring sekitar 20-ribuan caleg baru dari sekitar 250.000an orang caleg yang berkompetisi?

Beberapa cacatan kritis yang menarik untuk dicermati, sebelum KPU mengumukan hasil final, siapa saja yang berhasil lolos duduk di kursi empuk selama 5 tahun kedepan.

Pertama, berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesi, LSI dari Denny JA, menunjukkan bahwa golput untuk Pileg 2019 berada di angka 30,05%. Termasuk sangat tinggi ketimbang pileg tahun 2014 sebesar 24,89%. Ini sebuah kemunduruan yang harus disikapi secara bijaksana.

Ada kecenderungan sangat kuat bahwa pemilih lebih fokus dan antusias mengikuti Pilpres daripada Pileg. Dan sangat mungkin pemilih tidak peduli dengan caleg-caleg itu, disamping tidak kenal dan tak memiliki informasi yang memadai sebagai acuan mereka untuk memilih.

Kedua, para pemilih tidak kenal dengan benar dan baik, bahkan banyak yang sama sekali tidak kenal semua caleg yang ada di wilayahnya. Ini sangat ironis, karena kalau tetap dipilih sangat pasti pertimbangan pilihan pemilih bukan karena kualitas dan kapasitas si caleg. Alias main coblos saja dengan pertimbangan lainnnya.

Di TPS saya memilih, dan saya bertanya kepada sekitar 20-an orang tetangga yang memilih tentang si caleg. Sambil bercanda ria, hampir semua menjawab saya tidak kenal, tidak ada yang memperkenalkan, dan malas mau cari tahu informasinya, ada di baliho-baliho dipinggir jalan tetapi mana bisa hafal dan kenal.

Menarik, karena pada umumnya pemilih tetap memilih caleg tetapi miskin informasi dan data tentang si caleg.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline