Lihat ke Halaman Asli

Yuniandono Achmad

Dreams dan Dare (to) Die

Penonton Istora: Dulu "Huuu haaa", Sekarang "Eeaa eeaa"

Diperbarui: 19 Juni 2022   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dari kompas.com

Saya jadi teringat tabloid Bola yang sudah almarhum (tutup tahun 2018). Mungkin tahun 94-an saya baca tulisan itu. Antara yang mengatakan Camilla Martin pemain Denmark itu, atau malah omma Gillian Clark (pasangan Gillian Gowers dari Inggris). Pemain dari benua Eropa tersebut bilang, "Hanya di Senayan, yang namanya shuttlecock bisa berbunyi .....".

Pernah suatu saat final Indonesia Open mempertemukan Susy Susanti melawan Ye Zhaoying (China). Saat bola dipukul Susy, penonton bilang "Haaa ...." ketika gantian Ye Zhaoying yang memukul, penonton teriak "Huuu ....". Lalu ketika Susy mendapat poin -yang artinya Ye mati langkah- penonton teriak: Yaaaa. Apalagi pertandingan Susy lawan Ye biasanya dilalui dengan reli-reli panjang. Sehingga penonton sempat untuk jeda sejenak sambil tarik nafas dan berteriak Huu dan Haa kembali. Uniknya, Ye Zhaoying sampai berhenti sesaat buat ...tertawa. Mungkin memang dia merasa geli, setiap pukulan diteriakin, dan ketika dirinya yang kalah poin -diakhiri dengan: Yaaa.

Di turnamen yang berlangsung berturut-turut dua pekan ini, Indonesia Master dan Indonesia Open, lihatlah itu bagaimana seorang Loh Kean Yew (Singapore) dan juga Chou Tien Chien (Taiwan) demikian menikmati teriakan penonton tersebut. Sehingga ketika pemanasan, seakan-akan memukul bola bayangan, dan penonton meneriakinya: Eaa Eaa. Ketika mereka pemanasan sambil meloncat-loncat, penonton pun teriak, "Eeaa eeaa".

Lalu di partai final, pemain sekaliber Choi Sol Gyu (yang kali ini berpasangan dengan Kin Won Ho -putra sang legenda Korea, Gil Young Ah) mungkin juga merasa kikuk, saat memainkan atau memutar mutar raket sebelum dia pukul sebagai service, penonton mengiringinya dengan, "Eeee" lalu pas dipukul dengan "aaaa".

Sang raksasa dari Odense pun, Victor Axellsen, juga sangat amat girangnya, sehingga saat partai semifinal dan final, melemparkan raket sebagai hadiah ke arah penonton Istora. Memang kegairahan bulutangkis itu ada di sini. Di Istora atau di "istana olah raga" ini. Pemain sekelas Anders Antonsen (Denmark) juga meng-upload di media sosial pribadinya soal histeria penonton senayan itu.

Penonton istora ini jelas beda banget misalnya dengan para penonton All England. Di turnamen tersebut, suara dentingan raket ketemu shuttlecock masih bisa terdengar. Soalnya penonton diam. Barangkali berbisik pun dilarang. Di sini, wasit harus mengulangi beberapa kali saat memanggil pemain, untuk sekedar menegur agar bergegas siap melakukan dan/ atau menerima service, atau memperingatkan agar tidak memprotes keputusan hakim (umpire) di dekat net.

Namun pentonton istora juga pernah jahat. Tidak ke pemain asing, malah ke pemain sendiri. Seingat saya Icuk Sugiarto yang pernah diteriakin "Huuu" yang panjang dari penonton. Mungkin penonton kesal. Salah satunya ketika Icuk bermain kurang bagus kala melawan Yang Yang (CHN) di final piala Thomas 1986. Atau juga barangkali saat semifinal kejuaraan dunia tahun 1989, masih Icuk lawan Yang Yang. Kedua pertandingan tersebut diselenggarakan di istora.

Melihat ramai dan berisiknya penonton istora, mungkin saat ini Indonesia bisa disebut sebagai negara pecinta bulutangkis nomor satu di dunia. Kata "badminton" merupakan nama desa di Inggris. Kalau mereka punya desa Badminton, barangkali district atau kabupaten bulutangkis adalah kita. Siapa kita? Ya, Indonesia.

Sebenarnya tidak hanya dari antusiasme penonton, bahkan dari segi permainan, hasil Thomas Cup 2021 lalu, ditambah emas Olympic Tokyo dari Greysia Polii/ Apriyani Rahayu semakin mengukuhkan predikat negeri bulutangkis bagi republik ini.

Makanya dulu ada pengurus PBSI bernama bapak Tintus Kurniadi pernah mengusulkan agar bulutangkis memang menjadi olahraga trademark kita. Kalau perlu -masih kata beliau- hiasan di maskapai Garuda Indonesia adalah shuttlecock. Kalau mengutip istilah pak Bambang Ismawan (Bina Swadaya) bila negara lain mengucap mereka adalah motherland, maka kitalah fatherland-nya. Ya, the fatherland of badminton.

Situasi kondusif ini harus dijaga. Harus dipertahankan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline