Lihat ke Halaman Asli

Yuli Anita

TERVERIFIKASI

Guru

Sebuah Rumah di Tikungan Jalan (Sebuah Cerita di Masa Kecil)

Diperbarui: 25 Januari 2021   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: AyoYogya.com

"Win,  jangan cepat-cepat...," kata Marwan dengan suara gemetar.  Di antara kami bertiga dia yang paling gemuk sehingga jalannya agak lamban.

"Cepat Wan.., " kataku sedikit melambatkan langkah.

"Dasar lamban...  ," kata Dodit pada Marwan.

Malam semakin larut.  Bunyi jengkerik dan serangga malam sembuat suasana semakin mencekam. Berkali-kali kurapatkan sarung yang melingkar di leherku.  Udara malam ini  memang dinginnya minta ampun.

Di dekat tikungan kami semakin merapat. Ada rumah besar yang selalu menjadi bahan pembicaraan di antara kami.

Rumah besar itu tampak kokoh.  Diterangi sinar bulan purnama dan lampu depan yang samar membuat sosoknya seperti raksasa yang sedang duduk diam  sambil menatap siapapun yang melewatinya. Kami merasa ia adalah mahluk jahat yang siap  menerkam kami dari belakang.

Samar-samar tiba-tiba kami dengar suara tawa geli seorang nenek.  Ya,  tawa seorang nenek dari dalam rumah itu! Serempak kami saling berpandangan dan tanpa dikomando kami langsung mengambil langkah seribu. 

"Aku jangan ditinggaaal.. !" teriak Marwan memelas.  Dari suaranya aku tahu dia pasti menangis.  Tapi rasa takut yang amat sangat membuatku semakin cepat berlari meninggalkannya.

***

"Rumah itu berhantu! " kata Rino siang itu ketika kami sedang istirahat. Pembicaraan tentang rumah itu selalu menjadi topik menarik di antara  kami semua.

"Ah,  sok tahu kamu, " tukasku tak percaya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline