Lihat ke Halaman Asli

Yosafati Gulö

Wiraswasta

Ketika Uang Bicara, Demonstran Gelap Mata, Tanggung Jawab Para Penggagas apa?

Diperbarui: 24 Mei 2019   16:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: https://www.liputan6.com

Semangat menolak hasil Pilpres yang digelorakan Paslon 02 sejak lama dapat dikatakan berhasil. Mendapat sambutan luar biasa dari ribuan orang. Tidak hanya dari Jakarta, tapi juga Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Entah apa yang ada di benak mereka sehingga rela datang ke Jakarta untuk membuat kerusuhan, perusakan, dan pembakaran atas nama penolakan hasil Pilpres.

Jenis dan jumlah korban sudah mulai diidentifikasi polisi. Salah satu harian nasional mengabarkan setidaknya ada 8 orang meninggal dan ratusan terluka. Polisi juga telah menangkap 257 orang perusuh. Apa dan bagaimana nasib para "pemberani" ini selanjutnya akan diketahui dalam waktu dekat.

Salahkah mereka? Apa sesungguhnya yang mereka perjuangkan? Penegakkan hukum, kebenaran dan keadilankah? Demokrasi? Atau jangan-jangan tak lebih dari sekedar mendapatkan imbalan yang memang disediakan oleh para penggagas gerakan massa, yang semula disebut people power kemudian diganti dengan gerakan kedaulatan rakyat.

Supaya lebih jelas, mari kita cermati dengan kepala dingin dan hati yang tenang.

Orang suruhan

Jika diperhatikan, semua pelaku keoranaran, perusakan, bukanlah pimpinan dan pengurus partai koalisi Paslon 02 (Gerindra, PAN, dan PKS). Bukan pula pengurus tim sukses atau pimpinan organisasi di belakang partai pendukung Paslon 02.

Dari identifiasi sementara diketahui, para perusuh itu kebanyakan preman. Menurut Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen, Dedi Prasetyo, banyak dari preman Tanah Abang. Mereka dibayar Rp 300 ribu perhari untuk turut menciptakan kekacauan.

Kehadiran para perusuh bayaran itu memengaruhi psikologi massa yang hadir. Para pendemo dari kubu Prabowo-Sandi pun terbawa arus. Turut melakukan keonaran, termasuk penyerangan ke aparat.

Gambar: https://bengkulu.antaranews.com

Para preman itu memprovokasi massa dengan melakukan pelemparan, penyerangan, perusakan, pembakaran secara masif. Massa yang tak tahu menahu pun terpengaruh, jelas Dedi kepada wartawan (detik.com).

Dalam pemeriksaan para pelaku, ada yang mengaku-ngaku santri. Tapi polisi tak begitu yakin. Dari tampang dan tato di badan mereka, polisi yakin mereka adalah preman. Bukan santri.

Selain preman Tanah Abang, Kapolres Jakarta Barat, Kombes Hengki Haryadi, menyatakan mayoritas yang sudah diamankan berasal dari luar daerah, seperti dari Kupang, NTT, Lombok, NTB, dan Banten. (detik.com)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline