Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

DPRK dan Sebutan Orang Papua Asli

Diperbarui: 23 Juli 2021   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat Papua memberikan suara dalam konstestasi elektoral. Foto: AFP melalui kompas.com

Pemerintah bersama DPR telah mengesahkan UU Nomor 22 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) di Papua. Dari sekian banyak aturan, ketentuan tentang afirmasi politik warga asli menjadi menarik di tengah upaya segelintir orang yang disokong dana besar dan kekuatan politik mengkampanyekan pangaburan identitas asli Indonesia.  

Melalui  UU Nomor 22/2021 yang disahkan tanggal 15 Juli 2021, sebutan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang lazim digunakan selama ini, khusus untuk Papua diubah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK). Implementasi dari kekhususan adalah adanya anggota DPRD yang diangkat.

Jumlahnya cukup signifikan. Kemendagri memperkirakan akan ada 255 orang Papua asli, di mana 77 di antaranya perempuan, yang akan diangkat menjadi anggota DPRK. Terkait siapa yang mengangkat anggota DPRK yang jumlahnya seperempat dari total anggota DPRK hasil pemilu, masih menunggu terbitnya peraturan pemerintah (PP).

Kebijakan ini, menurut Kasubdit Provinsi Papua dan Papua Barat Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Budi Arwan didorong keinginan pemerintah untuk lebih megoptimalkan warga asli Papua dalam pembangunan.

Dikutip dari kompas.com,  Budi Arwan mengatakan, "Dengan adanya kursi tambahan di DPRK, diharapkan ke depan, partisipasi keterlibatan orang asli Papua di dalam pembangunan akan lebih bisa dioptimalkan."

Menarik mencermati penggunaan frasa "orang Papua asli" yang akan diangkat menjadi anggota DPRK. Artinya anggota DPRK Papua memiliki dua jalur yakni berdasar hasil pemilu dan diangkat sebagaimana anggota DPR di masa Orde Baru.

Terlepas pro-kontra yang mengiringi  pengesahan Otsus Papua karena masih banyak aspirasi warga Papua yang belum tertampung dalam UU Otsus - seperti partai politik lokal, kita mengapresiasi penggunaan frasa "orang Papua asli". 

Frasa itu mencerminkan keinginan kuat pemerintah untuk menghormati orang Papua asli agar ikut berperan dan terlibat aktif dalam pembangunan daerahnya. Warga Papua yang belum sepenuhnya siap dengan sistem demokrasi yang dianut Indonesia sekarang ini, harus dilindungi dari hegemoni kelompok lain.

Kita hanya berharap semangat yang sama ditunjukan pemerintah kepada kelompok di daerah lain. Pengakuan terhadap warga asli sangat penting untuk melawan upaya pihak-pihak yang ingin mengaburkan identitas dan lokalitas Indonesia.

Mengatakan tidak ada orang asli Indoensia melalui tes DNA bukan hanya sulit dipahami, namun juga berbahaya. Uji sampel terhadap DNA beberapa warga sebagai  alas pembenar tidak adanya orang asli Indonesia, adalah pengingkaran terhadap identitas bangsa. Bahwa telah terjadi akulturasi budaya, dan darah, tidak bisa dijadikan pembenar tidak ada orang Indonesia asli.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline