Lihat ke Halaman Asli

Yon Bayu

TERVERIFIKASI

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Menakar Nasib Demokrat di Tangan AHY

Diperbarui: 17 Maret 2020   06:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AHY mendampingi SBY dalam sebuah kegiatan. Foto: KOMPAS.com/Antara

Suksesi pucuk pimpinan Partai Demokrat berlangsung mulus setelah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terpilih secara aklamasi menjadi ketua umum menggantikan ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun sepertinya sulit bagi AHY untuk mengembalikan kejayaan partai pemenang Pemilu 2009 tersebut. 

Naiknya AHY sudah diprediksi sejak jauh hari. Setelah "dipaksa" keluar dari dinas militer dengan pangkat terakhir mayor, nama AHY langsung dilekatkan dengan suksesi Demokrat. AHY diberi posisi strategis sebagai Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma). Badan otonom ini dibentuk secara khusus untuk AHY karena sebelumnya tidak dikenal dalam AD/ART Demokrat.

Untuk memantapkan namanya agar sejajar dengan politisi lain, SBY (baca: Demokrat) lantas mengusung AHY yang masih "gagap politik" ke pentas Pilgub DKI Jakarta 2017. SBY juga terkesan menjadikan AHY sebagai alat tawar dukungan kepada calon presiden di Pilpres 2019, meski hal itu selalu dibantah.

Safari politik yang dilakoni AHY dengan salah satunya mengunjungi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, hanya sedikit menambah jam terbang politiknya tapi belum cukup sebagai modal untuk menakhodai Partai Demokrat. Aura AHY tidak terpancar, atau mungkin belum, sehingga ruang politik Demokrat masih dipenuhi kharisma SBY.

Dari gambaran itu maka sulit bagi AHY untuk mengembalikan kejayaan partai. Sedikitnya ada 5 hal yang akan menghambat laju Demokrat di tangan AHY.

Pertama, nepotisme. Meski bukan barang haram karena juga dilakukan partai lain, tetapi faktor nepotisme dalam tubuh partai ibarat bom waktu. Sulit untuk tidak mengatakan AHY terpilih karena anak SBY.

Kedua, bayang-bayang kasus korupsi yang sempat membelit sejumlah kader top Demokrat, dari mantan ketua umum Anas Urbaningrum, mantan bendahara umum M. Nazarudin hingga figur Angelina Sondakh. Sulit bagi AHY untuk menghapus jejak itu.

Baca juga : Menanti Suksesi Demokrat dan Keberanian SBY 

Ketiga, kurang jam terbang. Seperti diuraikan di atas, AHY baru menjejak dunia politik tahun 2017, belum genap tiga tahun. Kita tidak meragukan kecerdasan dan kemampuan adaptasinya dari militer ke sipil, dari nonpartisan hingga kemudian menjadi kader dan pengurus partai.

Hanya saja, sejauh ini AHY belum pernah membuat gebrakan atau menguarkan ide yang dapat menjadi daya pikat publik. Pidato politiknya masih datar (sekedar tidak mengatakan standar), sementara pendekatan yang dilakukan, jika dilihat dari roadshow ke daerah, masih kaku dan bersekat.

Alangkah baiknya jika dalam setiap kunjungan ke daerah AHY berinteraksi secara langsung dengan kelompok masyarakat, terutama kaum milenial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline