Lihat ke Halaman Asli

yassin krisnanegara

Pembicara Publik / Coach / Pengusaha

Seperti Api yang Diam-Diam Menghanguskan

Diperbarui: 21 Juni 2025   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Cover Cerpen: Seperti Api yang Diam-Diam Menghanguskan - Sumber Gambar: ChatGPT

Wira sudah menikah selama lima belas tahun, dan seperti nasi dingin di pagi hari, ia tahu pernikahannya tidak akan lagi mengepul hangat. Istrinya, Lestari, adalah wanita baik. Terlalu baik. Baik seperti ibu-ibu pengajian yang menegur anak tetangga karena tidak pakai kerudung, lalu merasa bersalah seminggu kemudian dan mengirimi nasi kuning sebagai permintaan maaf.

Mereka punya dua anak yang tumbuh dengan normal, seperti anak-anak pada umumnya. Wira bekerja di perusahaan event organizer yang kaku seperti pernikahan itu sendiri: penuh rencana, skenario, dan pengulangan. Ia adalah Senior Coordinator-SC, begitu rekan-rekan menyebutnya dan tanggung jawabnya adalah memastikan panggung berdiri tegak, tamu duduk tenang, dan senyum klien muncul tepat saat acara ditutup. Ia telah mengatur acara pernikahan, peluncuran produk, hingga festival dangdut yang dihadiri ratusan orang yang haus hiburan.

Itu tujuh tahun yang lalu, di salah satu event di mana Wira pertama kali bertemu Ninna. Ia ingat jelas karena malam itu, langit turun gerimis kecil seperti rahasia yang merembes dari dada. Ninna bagian dari vendor booth penyedia dekorasi latar Instagramable yang selalu bikin tamu antre. Perempuan itu memakai celana jins sobek, rambutnya dicepol asal, dan matanya seperti garis tipis yang tak bisa ditebak ujungnya. Mereka hanya bertukar percakapan singkat, tentang durasi pemasangan dan masalah listrik, tapi senyum Ninna tinggal lebih lama di kepala Wira ketimbang lagu tema acara malam itu.

Setelah itu, waktu berjalan seperti biasa. Ninna lenyap dari hidupnya, seperti vendor lain yang datang dan pergi. Wira kembali pada rutinitas: bangun, mengantar anak sekolah, kerja, rapat, makan malam, dan tidur seperti mayat yang rapi.

Lalu, tujuh tahun kemudian, pada suatu sore yang lengket karena listrik mati, Wira menerima pesan di media sosial.

"Hai, Mas Wira. Ingat saya nggak? Dulu kita pernah kerja bareng di acara food truck festival. Saya Ninna."

Wira membaca nama pengirimnya tiga kali. Ninna. Seperti nama yang tertinggal di pinggir mimpi. Ia tak langsung membalas. Tapi malamnya, saat hujan mengguyur atap dan Lestari tertidur dengan suara nafas yang berat, ia mengetik jawaban.

"Ingat. Lama ya. Gimana kabarnya?"

Dan seperti pintu tua yang perlahan terbuka oleh angin, percakapan mereka mulai mengalir. Dari kabar kerjaan, berlanjut ke keluarga, lalu kenangan samar yang digali dari tempat tersembunyi. Ninna belum menikah. Pernah hampir, katanya, tapi batal karena "cowoknya nggak sanggup berdiri di tengah badai". Wira tidak paham maksudnya, tapi ia tidak bertanya. Ia hanya menikmati bagaimana kalimat-kalimat Ninna terasa seperti jeda dari kebisingan hidup.

Percakapan itu berlangsung tiap malam. Daring. Diam-diam. Lalu, pada malam ke-23, Ninna menulis:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline