Lihat ke Halaman Asli

Yani Dwi Rahayu

Mahasiswa S1 Hubungan Internasional, FISIPOL, Universitas Jember

Akankah Digitalisasi Batrai Listrik Menyelamatkan Ekonomi RI?

Diperbarui: 5 Maret 2023   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pxhere

Indonesia merupakan negara terkaya. Hal tersebut dibuktikan dengan melimpahnya tambang. Kekayaan tersebut khususnya disumbang oleh sektor pertambangan nikel. Tercatat Indonesia memiliki sekitar 72 juta ton Ni dari 139.419.000 ton Ni cadangan dunia. Artinya Indonesia memiliki 52% cadangan nikel yang dibutuhkan oleh negara-negara di dunia.

Hal tersebut membuat Indonesia menjadi produsen terbesar di dunia. Lantaran menurut ketahanan cadangan nikel berdasarkan teknologi pemurnian Indonesia memiliki 2,6 milliar ton untuk produk Nickel Matte,NPI dan FeNi dengan produksi bijih sebanyak 95,5 juta ton/ tahun. Selain itu teknologi pemurnian juga mendeteksi Indonesia memiliki nikel dengan cadangan umur 27 tahun. Artinya Indonesia memiliki cadangan tersebut hingga tahun 2047. 

Kemudian untuk produk lain seperti MHP, NiOH terdeteksi Indonesia memiliki 1,7 milliar ton. Produk tersebut memiliki umur cadangan hingga 73 tahun. Produksi biji dari tahun 2023 hingga 73 tahun mendatang tercatat sebanyak 24 juta ton/tahun. Cadangan tersebut tersebar di beberapa pulau di Indonesia. Seperti di Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Indonesia juga menjadi pengekspor biji nikel. Tetapi selama ini Indonesia hanya menjual bahan mentah tanpa mengolahnya sendiri. Oleh karena itu dengan jumlah kekayan nikel yang terkandung di Indonesia Presiden Jokowi mengambil langkah Besar. Pasalnya Presiden Jokowi berani dengan tegas untuk melakukan hilirisasi ekspor nikel pada tahun 2020. Guna menepis kekhawatiran akan keterbatasan suplay nikel, meningkatkan taraf ekonomi agar lebih baik lagi, serta menyerap pekerja yang lebih banyak.

Sontak hal tersebut dapat menggegerkan negara-negara yang menikmati produksi bijih nikel Indonesia. Terutama UE yang menjadi entitas pengimpor bijih nikel Indonesia untuk produksi stainless steel.

Kebijakan hilirisasi menjadi kebijakan serius Presiden Jokowi. Kondisi tersebut membuat UE menggugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO) pada tahun 2020. Tuntutan UE terhadap Indonesia meliputi pelanggaran perdagangan tambang.

Jauh di balik itu, UE memiliki ketakutan akan kalah dalam persaingan industry baja. Lantaran produksi nikel yang melimpah di Indonesia, dan Indonesia sudah mulai mengepakkan sayap di bidang produksi stainless steel. Hal tersebut tentu membuat negara-negara Eropa ketakutan, sehingga perusahan di Eropa mengalami konjungtur. Dalam konteks ini kemunduran perusahan-perusahaan baja.

Produksi stainless steel Indonesia sangat dipertimbangankan di Eropa karena komposisi bahan dan harga cost produksi yang rendah. Meskipun pajak ekspor yang diberlakukan untuk stainless steel Indonesia bisa terbilang tinggi. Namun harga jual di Eropa tetap murah.

Lalu kekalahan persaingan dagang tersebut di kemas UE untuk membuat panel gugatan di WTO. UE juga merasa Indonesia mulai menciptakan hubungan yang kurang baik dalam hubungan luar negeri. Hilirisasi juga dirasa sebagai strategi dalam konteks perang dagang yang digunakan Indonesia terhadap UE. Dengan cara mempersulit kompetisi negara-negara UE. Serta menghambat kompetisi negara-negara UE dalam produksi baja (stainless steel).

Kemudian pada tahun 2022 lalu, Indonesia dinyatakan kalah dalam gugatan UE di WTO. Kekalahan tersebut didasari karena sarana hilirisasi milik Indonesia dianggap kurang matang. Lalu sanksi WTO yang diberikan kepada Indonesia yaitu larangan smelter digunakan di dalam negeri sendiri,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline