Lihat ke Halaman Asli

Yana Haudy

TERVERIFIKASI

Ghostwriter

Ongkos Jastip yang Ideal antara Uang Lelah dan Bea

Diperbarui: 29 November 2021   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi jasa titip (jastip)| Sumber: Shutterstock/Kaisaya via Kompas.com

Bila melihat dari kacamata Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia, ada dua jenis jasa titip (jastip).

Pertama, direct selling, yaitu proses penjualan barang pesanan yang dititipkan oleh pembeli ke penjual jastip. Penjual jastip dapat keuntungan dari selisih harga beli dengan harga jual.

Kedua, personal shopper atau penitipan pembelian, yaitu proses penjualan barang pesanan yang dititipbelikan oleh pembeli ke penjual jastip.

Saya pernah ditawari jastip bakso iga bakar oleh ibu teman anak saya. Harga bakso iga seporsi Rp18.000. Jasa titipnya per porsi Rp13.000 yang berarti 70% dari harga dagangan yang dijastipkan. 

Apakah itu masuk akal? Saya membelinya karena kasihan dia sudah jauh-jauh naik motor dari Magelang ke Jogya PP dengan total jarak 65 kilometer.

Total saya bayar Rp124.000 untuk empat porsi bakso iga bakar yang lagi hits itu. Apakah sepadan? Lumayanlah, baksonya enak.

Ada lagi ibu teman anak saya yang lain. Dia menawarkan sate koyor, yang juga lagi hits di Jogya seharga Rp28.000 per porsi sudah termasuk jastip. 

Lalu saya mencari tahu di akun medsos kedainya, berapa harga sate koyor. Ternyata harganya per porsi isi lima tusuk adalah Rp13.000.

Dalam hati saya tertawa sekaligus meringis. Ongkos jastipnya lebih mahal dari harga makanannya, melebihi kalau saya pesan GoFood harus bayar delivery dan platform fee, plus take away fee kalau pesan dari resto ternama.

Akhirnya saya hanya pesan 4 porsi dengan total Rp112.000.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline