Lihat ke Halaman Asli

Yana Haudy

TERVERIFIKASI

Ghostwriter

Kronik Orangtua di Sekolah, Separuh Offline Separuh Online

Diperbarui: 20 Oktober 2020   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Pixabay/mediamodifier

Sekolah anak laki-laki saya menerapkan "separuh online separuh offline". Yang dimaksud di sini bukanlah si anak bergantian antara belajar tatap muka di sekolah dengan belajar dalam jaringan (online) di rumah, melainkan orangtua harus datang ke sekolah untuk menyerahkan buku tugas dan LKS. 

Materi pelajaran tetap diberikan via YouTube dan WhatsApp, tapi untuk tugas dan penilaian harian orangtua harus menyerahkannya ke sekolah.

Tiga bulan pertama masa sekolah di tahun ajaran 2020/2021 semua penilaian harian menggunakan Google Docs. Namun beberapa orangtua protes karena sulit menggunakannya dan ada yang kesulitan dengan waktu mengerjakan yang terbatas sedangkan ponsel yang hanya satu-satunya itu dibawa si bapak bekerja.

Karena itulah, sejak tengah semester lalu buku, LKS, dan tugas prakarya dikumpulkan ke sekolah sesuai hari yang diminta guru pelajaran yang bersangkutan.

Seringnya, wali kelas minta orangtua datang hari Senin, sedangkan guru agama minta hari Rabu, lalu guru bahasa Inggris minta hari Jumat. Kenapa tidak disatukan saja semua tugas kumpul hari Sabtu, misalnya? 

Karena guru-guru di sekolah anak saya punya kesibukan berbeda-beda. Sesekali memang semua guru kompak minta tugas dikumpulkan di hari yang sama, tapi selebihnya berbeda hari.

Meski sekolah "libur", guru-guru tetap masuk Senin-Sabtu seperti biasa, namun jam kerjanya hanya sampai pukul 12.00 saja. Kadang guru-guru harus ikut rapat bersama dinas pendidikan, kadang ada pertemuan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), kadang rapat di sekolah, dan sering juga memeriksa hasil belajar siswa di buku dan LKS.

Bagi banyak orangtua, model "harus ke sekolah dengan hari yang tidak tentu waktunya" begini lebih banyak susahnya.

Bolak-balik ke sekolah itu makan waktu dan tenaga, terutama untuk para ibu. Suka atau tidak, para ibu harus mandi dulu, pakai skincare, lalu pakai bedak, lipstik, dan pensil alis. 

Lha kok mau ke sekolah aja ribet banget, to? Lah Iyo, di sekolah itu 80% ibu-ibunya memang rapi, wangi, dan cantik. Karena sayang sudah pakai lipstik maka banyak juga yang malas pakai masker.

Bukan cuma soal dandan. Orangtua yang bekerja pun repot karena harus minta tolong kerabat untuk mengantar tugas ke sekolah anak. Kalau si kerabat ora mudeng dengan instruksi guru, maka ke-oramudengan itu menular juga ke anak dan orangtuanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline