Lihat ke Halaman Asli

Price of Blood #Part 27

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Part 27


Wajah Sarah terlihat begitu bercahaya, melemparkan senyum indah padanya. Danny mencoba memanggil namanya, meraihnya, tapi ia tak merasakan apapun. Lidahnya terasa begitu kelu, dan sekujur tubuhnya, terasa berat. Secara perlahan Sarah mendekat padanya, membelai wajahnya, tapi dia tak mengucap apapun selain memberikannya senyuman manis yang indah.

Suasana ruangan itu masih begitu hening, sekali lagi Danny menggerakan jemarinya. Bola matanya pun terlihat kembali bergerak tapi kantung matanya masih terkatup rapat. Sebuah nama kembali ia desahkan.

"Sarah!"

Lirih dan lemah.

Bibirnya kembali bergerak mengucap nama itu tapi tak terdengar suara. Karen menatapnya dari kaca di pintu ruangan itu, ia tak mampu memejamkan mata dalam keadaan seperti ini. Ini memang bukan pertama kalinya ia harus menghadapi Danny dalam keadaan seperti itu, tapi entah kenapa kali ini ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuatnya lebih takut, takut benar-benar kehilangan pria itu. Padahal ia baru saja mendapatkan apa yang di impikannya selama ini, yaitu cinta Danny. Cinta yang selama ia pikir hanya bertepuk sebelah tangan, karena Danny sendiri yang pernah berkata bahwa dia sudah mencobanya, mencoba mencintai dirinya tapi tetap tak bisa.

Karen berjalan meninggalkan ruangan itu, kembali ke ruangan di mana Sammy dan Sharon berada. Ia duduk di sofa di samping Sharon. Memaksakan diri untuk menutup matanya.

Sementara Danny kembali menggerakan jemarinya, kali ini bahkan kedua tangannya. Matanya membuka perlahan, menatap langit-langit yang berwarna putih. Perlahan secara samar akhirnya matanya membuka sempurna, ia memutarkan bola matanya itu ke seisi ruangan. Tak ada siapapun di sana, bahkan wajah istrinya. Padahal ia berharap wajah itu ada di sisinya saat ia membuka mata, bayangan Sarah yang tersenyum padanya masih nampak nyata di matanya. Apakah tadi ia bermimpi, atau itu memang Sarah? Ia melepas selang di lubang hidungnya lalu perlahan bangkit. Tubuhnya masih agak kaku untuk bergerak. Setelah ia bisa duduk iapun mencabut jarum infus yang menancap di punggung telapak tangannya padahal tubuhnya masih lemas. Ia tahu dirinya berada di rumah sakit, dan bagaimanakah keadaan kedua anaknya? Ia harus tahu, maka iapun meluncur turun dari ranjang. Berjalan pelan menuju pintu, ketika pintu terbuka dua pria berseragam loreng langsung menoleh dan menghampirinya.

"Pak, anda sudah siuman. Syukurlah!" seru salah satunya. Danny menatap mereka, "siapa kalian?" tanyanya karena di rasa ia belum pernah bertemu, seingatnya! "Jendral Jonan memerintahkan kami untuk menjaga anda selama anda masih di sini!" jawabnya.
"Jonan!" desis Danny lirih seraya melanjutkan langkahnya, tapi kedua orang itu menahannya. "maaf pak, anda mau kemana?"

"Aku harus melihat anak-anakku!"
"Mereka baik-baik saja, anda baru saja sadar jadi sebaiknya anda kembali ke ruangan!" seru yang satunya.
"Tapi aku harus melihat mereka!" paksanya.
"Kau panggil dokter sekarang!" suruh yang berkulit putih pada temannya sementara dirinya membujuk Danny agar mau kembali ke ruangannya.
"Anda masih lemah, anda kembali ke dalam dulu. Biar nanti dokter yang memastikan keadaan anda!" pintanya.

Danny terdiam sejenak, mungkin itu benar. Bukankah dirinya menghirup gas beracun itu di dalam ruangan berkaca, akan lebih baik jika dokter memastikan kondisinya dulu sebelum ia menemui anaknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline