Lihat ke Halaman Asli

5 Cara Cerdas Jadi Economic Survivors di Era Pandemi

Diperbarui: 1 Juli 2020   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

olahan pribadi. gambar asli: shutterstock.com

Di era pandemi seperti ini, peran individu merupakan unsur terpenting dalam penatalaksanaan social distancing. Tak hanya menyoal pakai masker dan cuci tangan, perilaku masyarakat di bidang keuangan pun turut andil dalam kestabilan ekonomi. Isu hoaks tentang keuangan semakin membuat sebagian orang melakukan perilaku spontanitas yang mengakibatkan stabilitas ekonomi terhambat (kelangkaan barang, kenaikan harga, dan supply barang yang macet). 

Alih-alih menjaga diri dari terpaparnya virus, pembatasan jarak ini malah membuat lesu laju ekonomi di beberapa sektor. Pemerintah, dalam hal ini sebagai pengatur stabilitas keuangan negara, telah melakukan ragam upaya konkrit untuk mengatasi kemacetan tersebut. Oleh karena itu, masyarakat perlu merespon secara positif setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah demi terciptanya stabilitas sistem keuangan (SSK).

COVID-19 dan Situasi Ekonomi Indonesia

Podcast yang saya simak pagi itu telah mengubah paradigma mengenai ketahanan ekonomi di masa pandemi Covid-19. Saya, yang sebelumnya merasa baik-baik saja, menjadi harus berpikir keras untuk mengembangkan diri di masa ketidakpastian seperti ini. Aakar, founder Jouska, menjelaskan dengan gamblang betapa bahayanya individu yang tidak memiliki ketahanan dalam menghadapi situasi kritis. Ada banyak kisah pilu yang ia bagi, dari mulai artis yang jatuh miskin, PHK massal, fenomena penimbunan barang, penjualan aset dan penarikan uang di bank, sampai kesehatan mental yang terusik.

Sejatinya, manusia memang diciptakan satu paket dengan kemampuannya untuk survive di duniaHanya saja di situasi kritis seperti ini, ada banyak orang salah memilih cara. Memang benar, keputusan untuk melakukan panic buying, panic redeeming, dan rush adalah langkah yang tepat untuk bertahan secara individu. Namun, keputusan spontan itu tak mengindahkan kesehatan ekonomi secara holistik.

"Saya kan termasuk perorangan. Apa pengaruhnya?"

Konstruksi berpikir apatis seperti itu perlu diubah. Bayangkan jika setiap orang membeli dan menimbun barang (panic buying), maka kelangkaan dan lonjakan harga akan terjadi. Jika semua orang melakukan penarikan simpanan di bank (rush), mengembalikan/menarik produk investasi (panic redeeming), serta melakukan transaksi spekulatif, maka kondisi penyangga ekonomi negara ini akan runtuh. 

Peran Individu Bagi Kesehatan Makroprudensial

Mari kita bayangkan pepohonan di sebuah hutan yang lebat. Kesehatan hutan bergantung pada kesehatan tiap pohon di dalamnya. Jika ada satu saja pohon yang terbakar, dampak kerusakannya akan menyebar dan mengakibatkan kerusakan parah. Pohon adalah ilustrasi dari mikroprudensial dan hutan sebagai makroprudensial. Secara umum, kebijakan mikroprudensial berfokus pada kesehatan individu lembaga keuangan, sedangkan makroprudensial lebih fokus pada sistem keuangan secara menyeluruh.

Ilustrasi menarik tersebut disampaikan oleh Ibu Ita Rulina, selaku Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, dalam Nangkring Webinar Bank Indonesia yang dihelat oleh Kompasiana pada pertengahan Juni 2020. Dalam paparannya, beliau menjelaskan bahwa cakupan makroprudensial tidak hanya menyoal perbankan. Unit rumah tangga, dalam hal ini masyarakat secara individu, juga termasuk dalam elemen sistem keuangan.  

Sistem keuangan tersebut saling berinteraksi dalam pendanaan atau penyediaan pembiayaan. Oleh karena itu, kebijakan makroprudensial rawan akan resiko sistemik. Sebagai contoh, perilaku individu yang melakukan transaksi spekulatif akan berdampak buruk pada kinerja bank, sehingga penyaluran kredit bagi korporasi yang melakukan pengajuan di bank tersebut menjadi terhambat. Dampaknya, produk yang dihasilkan korporasi tersebut ikut tersendat dan mengakibatkan kelangkaan serta lonjakan harga di pasaran.

Demi menjaga kestabilan elemen sistem keuangan, diperlukan regulator yang mampu mengatur kebijakan ekonomi secara sistematis, salah satunya adalah Bank Indonesia. Kebijakan makroprudensial yang dimiliki Bank Indonesia menjadikan lembaga negara independen ini memiliki kewenangan untuk mengawasi lalu lintas finansial secara keseluruhan supaya tetap berjalan teratur. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline