Lihat ke Halaman Asli

Ina Tanaya

TERVERIFIKASI

Ex Banker

Resesi di Ambang Pintu, Kencangkan Ikat Pinggangmu

Diperbarui: 17 September 2020   13:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: shutterstock.com

Di awal September 2020, waktu yang tinggal sebulan ini , saya sangat berharap sekali, ekonomi akan membaik , paling sedikit pertumbuhannya zero, ngga minus 5.37% seperti di kuartal II yang lalu.

Harapan itu sangat tipis karena untuk kuartal III dimulai bulan Juni akan berakhir September, jadi tinggal hitung jari saja. Dilaporkan pada bulan Oktober.

Tidak perlu menunggu laporan pertumbuhan kuartal III bulan Oktober, kita sudah dapat melihat kontraksi memang tidak sedalam kuartal II tapi tidak ada yang bisa mendorong konsumsi dan investasi jadi normal karena kondisi memang tidak normal. Wabah covid masih belum dapat dikendalikan.

Bahkan, angka orang terpapar covid di minggu pertama September melejit, sehingga PSBB di DKI pun diberlakukan.

Jadi krisis dari resesi memang tidak dapat dihindari jika penanggulangan dan penanganan wabah tidak dilakukan dengan baik, sinergi dan saling membantu.

Di sisi lain expor dan investasi masih menunggu sinyal pemulihan ekonomi global. Sayangnya, justru volatilitas cukup meningkat karena adanya Pilpres Amerika Serikat di bulan Nopember mendatang.

Menurut 10 ekonom bank swasta nasional termasuk ekonom dari UI pun menyepakati bahwa saat ini harus meningkatkan mobilisasi protocol kesehatan dan kesadaran masyarakat agar covid ini bisa ditangani dengan serius. Indikator pelemahan ekonomi turun dilihat dari penjualan ritel, mobil, PMI, aktivitas bandara, caf dan restoran harus jual makanan dengan cara "takeaway".

Walaupun sudah banyak bantuan tunai dikucurkan bagi mereka yang berdampak. Ternyata belum terlihat dampaknya yang significant. Belum ada aktivitas transaksi yang menimbulkan konsumsi yang meningkat.

Bagi masyarakat golongan menengah keatas, kondisi resesi ini membuat mereka "wait and see", tidak melakukan jual beli barang yang cukup besar untuk bisa menggerakkan ekonomi. Mereka justru menyimpan uangnya untuk menabung dan tidak membeli barang-barang tersier seperti yang biasanya mereka beli.

Bagi masyarakat golongan UMKM dan golongan bawah bahkan mereka yang punya profesi sebagai karyawan, resesi jadi tantangan yang sangat berat sekali.

UMKM harus berjuang berat untuk bisa "survive" mengatasi penjualan yang merosot, dengan inovasi dan kreativitas. Modal mereka tergerus habis karena hasil penjualan dan pendapatannya tidak maksimal seperti sebelumnya. Jika tidak ditolong , tentunya mereka harus gulung tikar atau hanya cukup makan tanpa bisa memperluas aktivitasnya lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline