Lihat ke Halaman Asli

Hanif Sofyan

pegiat literasi

Guru Fisikaku Mengajariku E=MC2, Energi untuk Meraih Cita-cita

Diperbarui: 3 Desember 2021   04:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi guru fisika | Sumber: Shutterstock

Ini ceritaku dulu tentang guru fisikaku. Nama beliau jadi legenda karena pertama pelajaran fisikanya. Kedua, nama saktinya cuma terdiri dua huruf C dan S, bahkan nama asli beliau tak pernah digunakan para murid. Meskipun beliau dikenal dengan nama CS, tapi di kelas beliau bukan temanku, apalagi cs-an (tapi itu dulu).

Setiap kali mengajar fisika, apalagi tentang quantum dan sejenisnya, maka aku akan menunduk sedalam-dalamnya dengan harapan tidak akan terlihat, jadi tidak ada alasan untuk dipanggil maju ke depan kelas menyelesaikan sebuah soal fisika yang sudah kuanggap sejenis "hantu blau".

Tapi kelakuanku justru menjadi alasan beliau untuk segera memanggilku dengan tambahan, "Coba yang sedang menunduk tunjukkan kegantenganmu, maju ke depan selesaikan soal nomor 8," kata bu CS dengan riang dan sesuka hatinya. 

Sementara, aku justru makin tak kuasa menahan demam panggung, apalagi gadis pujaan duduk paling depan dekat meja guruku. 

Jelas jadi hilang segala "kejantananku". Maka dalam hitungan menit, aku termangu memegang spidol boardmarker, sampai diberi aba-aba, tolong berdiri di kanan, perhatikan teman menyelesaikan pekerjaanmu." 

Menurutku ini jelas bentuk ketidakadilan, diskriminasi dan lain sebagainya karena memperlakukan murid semena-mena. 

Meskipun teman-teman tahu, Bu CS memperlakukanku karena ada "hubungan istimewa", terutama karena ibuku juga guru, meskipun di sekolah berbeda, beliau berkawan karib. 

Maka setiap kali kesal, aku selalu berjanji, tak akan pernah datang lagi kerumahnya di Hari Lebaran, apalagi kalau aku yang mesti minta maaf duluan, kecuali kepergok di jalan dan harus berbasa-basi.

Ajaibnya, ibuku juga seorang guru dan sesama guru ternyata punya ikatan kekerabatan  atau mungkin punya ekosistem tersendiri, sehingga seluruh komponen baik abiotik maupun biotik akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi dan saling menutup kekurangan. Setiap kali bertemu topik pembicaraan beliau berdua cuma tentang aku.

Maka, setiap kali aku menunjukkan wajah jengkel, dengan segera bu CS akan melapor kepada ibuku, seolah-olah ketidakberdayaanku di depan kelas adalah bahan lelucon mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline