Lihat ke Halaman Asli

Wisnu AJ

TERVERIFIKASI

Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

TR Kapolri Bukti Netralitas Polri dalam Pemilu

Diperbarui: 10 April 2019   07:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fhoto/website.Polri

Menjelang digelarnya Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden, Pilpres -- Pilwapres) DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota yang hanya tinggal menghitung hari, tidak saja Lembaga Negara seperti Kementerian Dalam Negeri, (Kemendagri) Komisi Pemilihan Umum (KPU),  Badan Pengawas Pemili (Bawaslu), bahkan sampai kepala Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menjadi sasaran propaganda delegitimasi oleh oknum oknum yang tidak bertanggungjawab.

Upaya propaganda delegitimasi yang dilancarkan oleh actor actor intlektual yang tidak menginginkan agar Pemilu serentak di Indonesia yang akan digelar 17 April 2019,  tidak berjalan aman dan kondusip. Setidaknya sasaran inilah yang ingin dicapai oleh para oknum oknum yang melakukan propaganda delegitimasi itu.

Setidaknya upaya propaganda delegitimasi itu, dimulai sekitar Nopember 2018, sasaran propaganda deligitimasi itu menyasar kemendagri dengan mencuatnya issue soal Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik diperjual belikan.

Kemendagri dalam hal ini tentu tidak tinggal diam, Kemendagri menggandeng Polri bekerja sama untuk mengusut tuntas kasus penjualan blangko E-KTP, hingga sampai ditemukannya E-KTP yang tercecer diwilayah Duren Sawit Jakarta.. dalam kasus ini sejumlah tersangka sudah ditangkap dan diproses hukum oleh pihak Polri.

Persoalan E-KTP ternyata tidak menghasilkan propaganda delegitimasi yang diharapkan oleh oknum oknum yang tidak bertanggungjawab itu. Karena Kemendagri dan Polri bertindak cepat, sehingga kasus issue penjualan belangko E-KTP tidak lagi menguap.

Namun propaganda delegitimasi itu, tidak berhenti dalam kasus issue penjualan belangko E-KTP. Malah sasaran propaganda deligitimasi menyasar pula ke lembaga Negara yang bernama KPU. Serangan yang dilancarkan terhadap lembaga yang mengurusi tentang Pemilu ini berkaitan dengan masuknya surat suara yang telah dicoblos dengan nomor urut 01, sebanyak 70 juta surat suara dikemas dalam tujuh konteiner dari Negara Cina, tujuh konteiner itu berada di palabuhan Tanjung Periuk Jakarta.

KPU pun kalang kabut mendengar berita ini, Lantas merekapun bergerak cepat dengan melaporkannya ke Bareskrim Maeis Polri. KPU beserta Bawaslu, Polri dan Bea Cukai (BC)Tanjung Periuk melakukan penyelidikan terhadap kabar  itu, yang sempat dituitkan oleh kader Partai Demokrat (PD) Andi Arief melalui acun twitternya. Setelah dilakukan penyelidikan ternyata kabar itu adalah hoax.

Kemudian muncul tuduhan didunia maya, yang menyebutkan jika Bawaslu dalam melaksanakan tugasnya sebagai Pengawas Pemilu tidak bersikap netral. Bawaslu dalam melakukan tugasnya lebih longgar terhadap pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh Parpol pendukung calon Petahana, ketimbang terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh parpol pendukung capres -- cawapres nomor urut 02.

Ketua Bawaslupun angkat bicara, pihaknya meminta bukti bukti bahwa Bawaslu dalam menjalankan tugasnya tidak berpegang kepada kenetralitasan Bawaslu sebagai lembaga Negara yang indevenden, yang ditugasi oleh Undang Undang (UU) untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya Proses Pemilu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline