Lihat ke Halaman Asli

Wildan Hakim

Dosen I Pengamat Komunikasi Politik I Konsultan Komunikasi l Penyuka Kopi

Menjadi Guru bagi Generasi Z

Diperbarui: 15 Januari 2023   21:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu, 25 Agustus 2018, kami tiba di kompleks Talenta School yang berlokasi di Taman Kopo Indah Bandung Jawa Barat. Manajer Sekolah, Maria Susana menyambut saya dan Intan Primadini. Di ruang seminar, para guru sudah duduk rapi dan tertib. Ada sekira 120 guru dari seluruh jenjang di Talenta School yang siap mengikuti seminar.

Saya dan Intan Primadini dari Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) hadir ke Talenta School sebagai pembicara. Topik yang hendak diulas sangat kekinian; Guru Zaman Now dan Tuntutan menjadi Guru Profesional. 

Buat saya, bicara di depan publik sudah biasa. Tapi bicara di depan para guru tanpa harus menggurui menjadi sesuatu yang di luar kebiasaan. Saya dan Intan berbagi peran. Intan membawakan materinya di sesi pertama, dan saya di sesi kedua. Sekira 90 menit Intan membawakan materinya tentang Generasi Z. Generasi yang sekarang ini duduk di bangku sekolah hingga kuliah. Sesekali dara asli Palembang ini berinteraksi dengan para guru di sela-sela ceramahnya.

Setelah istirahat sesi pertama selesai, giliran saya tampil. Materi yang saya bawakan teramat sederhana. Gen Z menyebutnya receh. Pagi itu, saya membawakan materi berjudul Bergaul dengan Generasi Z. Sejak awal, materi ini tidak saya rancang penuh dengan konsep atau teori. Saya tak punya nyali untuk 'menggarami' para guru itu dengan konsep-konsep ilmu pengajaran atau pedagogik. Sebagian besar dari mereka adalah Sarjana Pendidikan. Adapun saya sebatas Sarjana Sosial.

Alhasil, saya memilih jalan tengah. Menjadi fasilitator tawa dan memotivasi jiwa. Urusan memotivasi ini merupakan titipan dari ibu Christine, guru senior di Talenta School. Di sela-sela istirahat, ibu Christine mengeluhkan motivasi mengajar para guru muda. Dari situlah terbetik ide untuk 'memurnikan' kembali energi para guru. Untuk memberi impresi, saya membuka ceramah dengan sebuah pantun

Aura Kasih pergi ke Buah Batu
Terima kasih sudah meluangkan waktu di hari Sabtu

Tawa dan senyum pecah di ruangan. Para guru dan juga saya, seharunya libur di hari Sabtu. Namun pagi itu mereka kompak hadir untuk mengikuti seminar. Pantun pertama belum cukup. Perlu dikuatkan lagi dengan pantun kedua.

Pergi ke kantor pakai kemeja
Listrik mati lampunya redup
Menjadi guru bukan sebatas panggilan kerja
Menjadi guru adalah panggilan hidup

Alhamdulillah, para guru kembali tersenyum. Sebagiannya bertepuk tangan. Saya katakan, menjadi guru itu memang tak mudah. Namun keberadaan kita (guru dan dosen) selalu dibutuhkan di setiap negara. Saya tegaskan, selama manusia hidup ingin pandai, maka sekolah dan buku akan terus laku.

"Mari kita bangga dan bersyukur dengan profesi di bidang pendidikan ini," tegas saya.

Sebuah gambar lucu saya tampilkan. Seperti tampak di atas, dua anak kecil bermain peran di area kuburan. Para guru tertawa. Saya katakan, inilah kelakuan generasi Z, generasi yang sekarang kita ajar. Generasi Z merupakan generasi yang tahu cara-cara untuk menjadi viral.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline