Lihat ke Halaman Asli

Wijaya Kusumah

Guru Blogger Indonesia

Film India

Diperbarui: 11 Juni 2021   06:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Film India

Saya termasuk orang yang suka film India. Sedih gembira pasti ada jogetnya. Banyak perjuangan hidup manusia ditampilkan. Mulai dari masalah percintaan hingga masalah keluarga. Film India jadi tempat hiburan buat saya di kala banyak pekerjaan datang bertubi-tubi tiada henti. Dari pagi hingga malam hari.

Seperti kemarin, saya sudah harus menyelesaikan tugas Diklat sekolah guru penggerak hari pertama. Pukul 06.00 pagi sudah harus selesai. Habis sholat subuh saya langsung menyelesaikannya sedikit demi sedikit. Dirjen GTK Kemdikbud membuatnya menggunakan LMS moodle. Keren banget tampilannya. Jadi ingat e-learning untuk rakyat yang digagas oleh pak Onno W. Purbo .

Pukul 07.00 wib saya sudah harus rapat virtual pengawas penilaian akhir tahun atau PAT. Setelah itu masuk ke kelas Maya sebentar di kelas 8B untuk memastikan semua siswa hadir mengikuti ujian PAT.

Pukul 07.30 wib saya sudah diminta bergabung di google meet. Kami harus mendengar secara langsung informasi yang disampaikan oleh instruktur kami. Namanya pak Arsenal. Kami tergabung dalam kelompok informatika.

Senang bisa melihat wajah kawan kawan guru dari sekolah penggerak lainnya. Kami diminta membuat jadwal piket dan berbagi tugas. Pukul 09.30 wib acara dialog langsung selesai. Saya langsung masuk LMS dan mengerjakan semua tugas.

Pukul 10.00 wib sempat berbagi ilmu sebentar tentang etika digital di acara Kominfo melalui zoom. Saya kebagian di kota Bojonegoro Jawa Timur. Banyak ilmu baru saya dapatkan dari narasumber lainnya.

Untuk menghilangkan kejenuhan, saya putar film India di YouTube. Ceritanya tentang percintaan sepasang kekasih yang sedih sekali. Saat hendak mau menikah, calon pengantin wanita mengalami kecelakaan. Kakinya harus diamputasi. Jadilah wanita tersebut tanpa kaki dan harus berada di kursi roda. Ceritanya sedih sekali. Saya lupa judul filmnya. Tapi sangat membantu saya menghilangkan kejenuhan.

Habis sholat dhuhur, saya melanjutkan kembali tugas tugas yang diberikan secara mandiri lewat LMS moodle. Diklat PKP sekolah penggerak ini dilaksanakan secara sinkronus dan asinkronus. Ada yang tatap Maya secara langsung lewat google meet dan ada yang tidak langsung lewat aplikasi moodle.

Ajaran Ki Hajar Dewantara begitu memukau hati saya. Sampai saya larut dalam perjuangan beliau di masa lalu. Pendidikan di zaman kolonial Belanda belum berpihak kepada rakyat kecil. Pendidikan baru dirasakan oleh kaum bangsawan. Padahal seharusnya pendidikan itu diberikan untuk semua. Bahasa kerennya education for all.

Sambil menonton film India berikutnya, saya lanjutkan Diklat hari kedua. Isinya tentang kurikulum sekolah penggerak dan profil pelajar Pancasila. Sangat menarik sekali pertanyaan demi pertanyaan yang dibuatnya. Saya diminta untuk menjawabnya satu demi satu sesuai dengan pertanyaan yang disiapkan pppptk IPA.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline