Lihat ke Halaman Asli

Widoko

Menyukai semua hal yang inspiratif

Mas Menteri, Bung Karno Dulu Pesan Jas Merah Bukan Jas Hujan

Diperbarui: 20 September 2020   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Karno (Sumber: rosodaras-wordpress.com)

Pada awal pembentukan Kabinet Indonesia Maju dulu, salah satu sosok yang sangat menarik perhatian selain Menteri Pertahanan dan Keamanan Prabowo Subianto adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim. Nama Nadiem sebelumnya telah mencuat sebagai pendiri dan CEO unicorn nasional Gojek. Sekarang malah disebut sebagai dedacorn.

Terpilihnya Nadiem tentu merupakan sensasi. Secara Sang Lulusan Sekolah Bisnis Havard adalah satu-satunya menteri dari kaum milenial. Sebutan Mas Menteri pun melekat pada dirinya karena usianya.

Sebetulnya nama Sang Suami Franka Franklin sudah santer didesas-desuskan sebelum pengumuman. Tetapi tetap saja membuat kejutan, karena posisinya sebelumnya disangka bukan di menteri pendidikan.

Opini yang menyeruak kala itu, termasuk penulis pribadi, tidak ada yang menyangsikan kecerdasan atau kepandaian Nadiem Makarim, tetapi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bukanlah kursi yang pas untuk pria kelahiran 4 Juli 1984 itu. Menteri Pemuda atau Ekonomi Kreatif sepertinya lebih pas. Atau Menteri Komunikasi dan Informasi misalnya. Atau jika di pendidikan, janganlah pada posisi menteri, bagian Litbang atau yang lain.

Tetapi apa daya. Keputusan telah diambil. Dan itu memang hak prerogatif presiden. Dalam sebuah kesempatan Presiden Jokowi pernah menyampaikan bahwa dipilihnya Mas Menteri adalah karena dituntut untuk mengupayakan mengelola sekolah, guru, dan pelajar di seluruh Indonesia dengan standar yang sama. Nadiem Makarim dipandang mampu dalam hal teknologi dan aplikasi sistem untuk mewujudkannya.

 Setelah Menduduki kursi menteri, ada banyak hal yang disampaikan Mas Menteri Nadiem. Diantaranya adalah konsep merdeka belajar, penghapusan Ujian Nasional menjadi Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) dan yang terbaru adalah wacana penghapusan mata pelajaran sejarah khususnya pada Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK. 

Sedang di SMA akan menjadi mata pelajaran pilihan. Wacana penghapusan mata pelajaran Sejarah pada SMK tersebut tertuang pada draft sosialisasi Penyerdahanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional. Di Jawa Timur, draft tersebut sudah beredar di kalangan guru SMK.

Agaknya wacana penyederhanaan atau penghapusan mata pelajaran sejarah di SMK tersebut langsung menuai penolakan dari berbagai kalangan. Seminar secara daring pun telah diselenggarakan oleh MGMP Sejarah SMK di Jawa Timur menyikapi hal ini. Pada laman Change.org. muncul petisi berkaitan dengan penolakan tersebut. Petisi yang berjudul 'Kembalikan Posisi Mata Pelajaran Sejarah Sebagai Mapel Wajib Bagi Seluruh Anak Bangsa' tersebut dibuat oleh Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI). Sampai hari ini, 20 September 2020, sedikitnya 21.111 pengguna telah menandatangani petisi tersebut.

Berkaitan dengan polemik pelajaran sejarah ini, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud, Maman Faturachman dilansir Cnnindonesia.com, 18 September 2020, menyatakan masih dalam tahap diskusi dengan seluruh komponen terkait. 

Sejarah adalah komponen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai - nilai sebuah bangsa dapat diambil dalam perjalanan panjang sejarahnya dari masa ke masa. Pada pidato kenegaraan yang terakhir 17 Agustus 1966, Bapak Proklamator Indonesia sekaligus Presiden Pertama Indonesia, menyampaikan pidato yang berjudul Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline