Lihat ke Halaman Asli

Widi Kurniawan

TERVERIFIKASI

Pegawai

Waktu dan Macet, Musuh Utama saat War Takjil

Diperbarui: 6 Maret 2025   06:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar (Kompas.com/Nursita Sari)

Salah satu kebahagiaan sebagai seorang ayah adalah ketika saya pulang kerja menjelang berbuka dan membawa bungkusan berisi takjil.

"Wow, Ayah bawa apa nih?"seru anak-anak saya.

Menyenangkan sekali rasanya ketika mereka antusias dan menyukai makanan yang saya bawa. Risol, pisang goreng, tahu isi, hingga biji salak adalah beberapa jenis takjil favorit yang sering saya beli.

Ya, urusan berburu takjil memang sudah menjadi tugas saya. Istri sudah sibuk dengan urusan memasak makanan besar untuk berbuka sekaligus sahur.

Sedangkan saya, sembari pulang kerja, dari stasiun naik sepeda motor menuju rumah, bisa sekalian mampir untuk membeli takjil.

Berburu takjil atau dengan istilah kekinian "war takjil", terkadang memang butuh kesabaran dan berpacu melawan waktu.

Saya tak risau andai harus bersaing dengan non-muslim yang ikutan war takjil. Pasalnya, penjual takjil di daerah saya cukup banyak dan tersebar, dan kehebohan war takjil dengan non-muslim rasa-rasanya lebih banyak bergaung di media sosial.

"Emang sih, kadang-kadang ikut beli, tapi ya nggak ngeborong juga kali," ujar rekan saya yang non-muslim ketika beberapa waktu lalu ngobrol tentang takjil.

Berburu takjil (foto: widikurniawan)

Saya justru harus khawatir dengan keterbatasan waktu yang saya miliki untuk berburu takjil. Bagaimana tidak? Ketika pulang kerja naik Commuter Line dari Jakarta, saya turun di Stasiun Bojonggede sekitar jam 17.30 WIB. Artinya saya hanya punya sedikit waktu untuk membeli takjil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline