Lihat ke Halaman Asli

Manisnya Roti Tawar

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Karena hidup serumah dengan bule, setiap pagi saya mesti sarapan roti tawar. Sewaktu di Indonesia sudah sering sarapan roti. Tetapi roti yang ada di sini berbeda dengan yang biasa aku makan.

Rotinya lebih alot dan ada biji-bijiannya. Karena lebih alot tentu saja membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengunyah. Pernah suatu kali tidak ada selai, sehingga saya hanya makan roti tawar yang alot itu. Aneh kurasakan, setelah mengunyah roti itu cukup lama hingga lembut, aku merasakan ada rasa manis keluar dari roti itu. Mungkin tepung roti yang berbaur dengan kelenjar ludah mengahsilkan rasa manis itu.

Saya hanya membayangkan, kehidupan yang keras itu tentu akan mengeluarkan rasa manis juga kalau dikunyah cukup lama. Saya membayangkan mengunyah itu seperti sebuah kegiatan merenung. Kehidupan yang keras, terkadang berbaur dengan penderitaan, itu seumpama roti tawar yang alot. Mengunyah roti tawar itu seperti mengunyah setiap peristiwa, juga yang menyakitkan, hingga menjadi lembut dan keluar rasa manisnya.

Saya membayangkan, seandainya saya langsung menelan roti tawar itu pada gigitan pertama. Pasti tidak terasa lezatnya, bahkan yang timbul adalah rasa sakit di tenggorokan. Lebih lanjut, roti itu juga tidak akan berguna bagi tubuh.

Demikianlah kiranya yang terjadi dengan kehidupan kita. Saya bayangkan, jika kita 'menelan' setiap peristiwa kehidupan begitu saja, tidak ada faedahnya untuk hidup. Bahkan yang hadir adalah penderitaan yang semakin hebat.

Merenungkan hal ini saya semakin menyadari betapa pentingnya 'mengunyah', termasuk di dalamnya 'mengunyah kehidupan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline