Lihat ke Halaman Asli

Hendra Wardhana

TERVERIFIKASI

soulmateKAHITNA

Ramadan, Saatnya Upgrade Keterampilan "Olah Wajan"

Diperbarui: 17 April 2021   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olah wajan |dok. pribadi.

Terbangun sekitar pukul 02.30 pada Kamis (15/4/2021), pertandingan Liverpool melawan Real Madrid belum lama dimulai. Saya mengeraskan suara TV agar terdengar sampai ke dapur. Di sana saya menyiapkan makan sahur.

Saya tipe orang yang tidak rumit dalam urusan makan. Termasuk makan sahur. Pada dasarnya apa yang saya makan saat berpuasa tidak berbeda jauh dengan menu sehari-hari.

Bertahun-tahun di perantauan pilihan sahur saya ialah pergi ke warung langganan yang melayani makan sahur atau menyiapkan sendiri menu sederhana dengan bahan-bahan yang saya gemari.

Kali ini saya memilih mengolah hidangan sahur dengan wajan sendiri. Dan memang sudah menjadi ketetapan hati pada Ramadan ini saya perlu bangun lebih awal dari biasanya demi punya waktu lebih panjang untuk menyiapkan makan sahur.

Mengupgrade skill olah wajan. Begitu istilahnya. Targetnya agar saya tak hanya bisa merebus mie instan, menggoreng telur, membuat nasi goreng atau memanaskan sayur yang dibeli dari warung.

Tumis tahu kuning |dok. pribadi.

Sebenarnya sejak dulu saya gemar di dapur. Setiap kali ibu memasak di rumah, sayalah asisten dapurnya. Ibu lebih mempercayakan saya untuk mendampinginya di dapur dibanding dua saudara saya yang perempuan.

Barangkali karena saya anak laki-laki sehingga bisa lebih banyak disuruh untuk ini dan itu. Saya pun menikmati aktivitas menemani ibu di dapur. Meski hanya mengulek sambel, menyiapkan daun kangkung, dan memasukkan sayuran ke kuah sop sesuai instruksi ibu, itu terasa mengasyikkan.

Sayangnya belum sempat terampil memasak, saya harus merantau ke Yogyakarta. Di rantau saya terlanjur tinggal di kawasan yang strategis. Dikitari warung-warung makan dan restoran. Mulai dari gerai sederhana, sampai tempat makan franchise. Mulai dari penjual gudeg di tepi jalan yang mulai buka pada pagi buta, sampai warung-warung makan yang buka 24 jam. Semuanya berserakan di sekitar tempat tinggal.

Lalu muncul ojek daring dengan layanan pesan antar makanan yang memanjakan. Makin mudah saya mendapatkan makanan dan makin jarang pula memanaskan wajan sendiri. Tumpul pula akhirnya dasar keterampilan memasak yang dulu sempat saya pelajari dari ibu.

Sebenarnya sesekali saya tetap memasak sendiri. Terutama di akhir pekan. Akan tetapi itu belum menjadi kebiasaan.

Momentumnya datang pada Ramadan tahun lalu. Pandemi Covid-19 yang membatasi aktivitas mendorong saya untuk melakukan adaptasi seperti halnya banyak orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline