Lihat ke Halaman Asli

Hendra Wardhana

TERVERIFIKASI

soulmateKAHITNA

Melihat "Local Lockdown" di Sejumlah Kampung di Sleman dan Konsekuensi yang Wajib Diperhatikan

Diperbarui: 30 Maret 2020   10:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lockdown lokal terpantau di sejumlah kampung di sekitar Jalan Kaliurang, Sleman, DIY pada Minggu (29/3/2020) (dok. pri).

Haruskah "lockdown" diterapkan di Indonesia? Seperti apa prosedur dan penerapannya yang paling tepat? Bagaimana memastikan bahwa lockdown akan membuahkan lebih banyak harapan daripada kerugian?

Upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai lockdown tidak akan mudah. Bahkan, mungkin akan membawa kita pada lebih banyak tanda tanya.

Misalnya, bagaimana menjelaskan "local lockdown"? Mengapa "lockdown lokal" di daerah A berbeda dengan daerah B. Lalu di daerah C hanya untuk membatasi akses masuk atau akses keluar. 

Perlukah "lockdown" yang berbeda-beda di setiap wilayah mengingat terdapat beberapa hal yang tidak seragam?

Kerumitan lockdown bukan saja karena tidak dikenal dalam undang-undang kita, tapi lebih karena belum tersedia pengalaman nyata secara kolektif pada masyarakat kita yang benar-benar sesuai mengenai lockdown. 

Sedangkan lockdown dan tidak lockdown didukung oleh nalar yang boleh jadi benar kedua-keduanya.

Di sisi lain karantina wilayah yang paling dekat padanannya dengan lockdown, tampaknya tidak sesederhana definisinya. Kita tahu bahwa tekanan yang berhasil mengubah suatu obyek, belum tentu ampuh mempengaruhi obyek lain.

Pemblokiran jalan masuk ke Kocoran-Barek melalui gang Kinanti (dok. pri).

Selagi pro dan kontra lockdown terus bergulir sekaligus berkejaran dengan waktu dan penyebaran Covid-19 yang terus meluas, komunitas-komunitas masyarakat mulai dari tingkat dusun, kampung, hingga pemerintah kota di sejumlah daerah mulai mengambil inisiatif mandiri.

Di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, beberapa kampung terlihat telah membatasi akses masuk dan keluar, baik untuk warganya maupun masyarakat umum. Minggu pagi, 29 Maret 2020, ketika berjalan kaki sejauh 1 km menyusuri Jalan Kaliurang yang lengang, saya menjumpai setidaknya dua lokasi "lockdown" lokal.

Lockdown lokal tersebut dilakukan dengan cara serupa, yakni mengunci atau memblokir jalan masuk/gang dengan portal, kayu,  serta spanduk berisi informasi larangan melintas. 

Salah satu yang paling mencolok dijumpai di kampung Kocoran-Barek, gang Kinanti. Tempat ini berjarak sekitar 500 meter dari gedung rektorat Universitas Gadjah Mada dan merupakan salah satu akses menuju asrama UGM. 

Kampung yang menjadi lokasi sejumlah tempat makan, rumah kos, dan hunian warga ini menutup pintu masuknya dari Jalan Kaliurang dengan menggunakan bangku kayu serta bentangan kain putih bertuliskan "Barek-Kocoran Lockdown".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline