Lihat ke Halaman Asli

My Memory (2): Golden Period

Diperbarui: 29 Oktober 2015   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kepada pasien stroke.

 

Suara memdesuk kertas, “Gress…skkkk. Tup.”

“Lho!” kertas yang dibuang Wicaksono tak masuk ke dalam keranjang sampah dari plastik.

Wicaksono mengambil pensil kayu. Tetapi… pensil kayu itu terlepas dari jemarinya, mengelinding di meja hingga terjatuh ke lantai. Lelaki yang berumur 48 tahun sedang mensketsa di story board. Di meja kerja terpampang-dirinya bersama perempuan seusia dia-sebuah potret keluarga dengan media pensil.

Meja kerjanya menghadap jendela terbuka. Udara baru nan segar masuk mengitari ruangan. Mendaur ulang seisi ruangan. Udara seakan sosok teman meniupi inspirasi yang konkret. Sinar pagi bentukan lubang persegi dari pantulan kisi-kisi jendela menempa ke meja.

Tangan kanannya mengambil pensil yang terjatuh itu. “Plukk.” Ia terkejut.

Ambil lagi.

Jatuh lagi.

“Lho! Kok aneh. Padahal sudah kupegang,” hatinya berkata. Ganti tangan kanannya yang ambil pensil itu. Wicaksono lalu berjalan. Ketika ia melangkah, badannya miring ke kiri.

“Bukk.” Terhantuk pada dinding.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline