Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Sapta

TERVERIFIKASI

Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Cerpen | Selembar Sarung Putih

Diperbarui: 14 Mei 2020   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Shutterstock.com

Tua bukan lagi tanda lapuk atau rapuh. Melainkan semakin dinamis dan menyenangkan. Betapa tidak, kekayaan yang melimpah membuat percaya dirinya bertambah. Ada sedikit pongah yang menggelayut dalam dirinya. Meski ia simpan rapat, seolah tak terlihat.

Sebenarnya ia belum seberapa tua, masih setengah baya. Lima puluh tahun usia matang sebagai lelaki mapan. Usahanya semakin maju. Bahkan ia sudah memiliki ratusan pegawai. Mungkin ia juga tidak mengenal satu per satu dari mereka. Hanya ia setiap bulannya menggaji dengan jumlah tersebut. Tak pernah hafal nama-namanya.

Ia orang yang baik, santun, memiliki jiwa dermawan. Mudah trenyuh ketika melihat orang yang sedang kesusahan. Tetapi juga jiwa pongahnya terkadang muncul. Ia merasa dirinya yang paling benar dan jarang mendengarkan perkataan orang lain.

Akan terlihat ketika ia berbicara dengan teman-temannya. Dalam grup whatsapp sekolahnya dulu, tanpa disadari, kadang keceplosan bicara, bahwa sekarang ia semakin gendut berisi. Maksudnya tentu saja kantongnya. Karena ia sendiri berperawakan gagah dan tidak gendut.

Teman-temannya sebagian iri akan keberhasilannya. Bahkan ada yang sirik, mengatakan bahwa ia memiliki ajian yang bisa membuatnya kaya dan berhasil. Kasak-kasuk itu hanya seputaran teman-teman sekolahnya. Ia tidak pernah mendengarnya dan tidak mengetahui, karena cerita yang menyebar hanya di kalangan temannya dan tak pernah sampai ke telinganya.

Kesibukan sebagai pengusaha kadang menguras waktu. Hingga larut malam, ia baru bisa sampai rumah untuk beristirahat. Kemudian esok pagi sekali, ia terbangun untuk bekerja kembali mengurus segala sesuatunya.

Pekerjaan yang menuntut ia selalu siap dalam kondisi apapun. Lelah tentu saja. Tapi ia menikmatinya. Betapa dulu ia pernah merasakan menjadi orang susah. Hanya makan nasi dengan kecap dan kerupuk. Hidup di kamar kos yang terbatas ukurannya bersama istri dan anak semata wayangnya.

Beruntung ia bertemu dengan seseorang yang dipanggilnya bos, mengangkatnya menjadi orang kepercayaan. Karena ketekunannya mengikuti kemana bosnya pergi. Hingga ia mampu menjadi orang yang dipercaya.

Orang tersebut memberinya kesempatan untuk membuka usaha sendiri. Dan diberi modal awal sebagai pinjaman membuka usaha di bidang transportasi seperti yang dijalaninya pada saat itu. Tangan dinginnya mampu membuat usaha itu berkembang pesat.

Tak disangka, jika memang rezekinya, akan datang juga. Uang segera mengalir tanpa bisa dibendung. Ia sendiri pernah mengalami OKB, membuatnya berubah sikap. Meski tak lama mampu menyesuaikan diri. Ia mampu mengendalikan dirinya, kembali pada sikap sederhananya.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline