Lihat ke Halaman Asli

Vincent Setiawan

Mahasiswa Teknik Elektro President University

Kita Belajar Saat Terjatuh

Diperbarui: 1 Maret 2021   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tulisan tidak ada yang baca, nilai sekolahan anjlok, pendapatan menurun, bermain saham dan harus cutloss. Semua itu memang kejadian buruk yang bisa menimpa siapa saja. Entah anda, saya, ataupun orang-orang di luar saya yang tidak kita kenal. Siapa saja bisa gagal. Siapa saja bisa hancur.

Mengapa kita perlu gagal? Karena kegagalan adalah satu-satunya cara alam mengajarkan kita. Alam ini tidak bisa mengajarkan kita rumus-rumus fisika atau filsafat-filsafat kuno Aristoteles. Alam ini juga tidak bisa melakukan pengobatan ala-ala dokter modern ataupun menjadi media curhat ala psikolog. Satu-satunya cara alam untuk mengajari setiap kita, mendidik setiap kita, dan mengupgrade diri kita adalah dengan cara menggagalkan kita.

Hal ini kita buktikan sedari kita bayi. Tak ada bayi yang bisa merangkak secara langsung. Tak ada pula yang bisa berjalan secara lancar ketika pertama kali mencoba. Sekalipun ia sudah lancar berjalan, berlari adalah hal baru yang mengharuskan bayi jatuh. Tetapi apakah bayi tersebut menyerah? Apakah bayi tersebut berpikiran negatif dan lantas mengatakan "Lebih baik aku mati saja" ?

Bayi tersebut malah akan bangkit kembali. Menapakkan kakinya sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah. Hingga akhirnya pada suatu titik ia akan menjadi sukses. Ia menjadi mahir.

Bayi tersebut adalah anda, saya, dan semuanya yang saat ini bisa berjalan. Meskipun mungkin anda mengalami disabilitas, pikiran anda tetap berjalan dan anda telah berhasil berjalan. Bayi tersebut adalah anda dan saya yang saat ini bisa berbicara, walaupun beberapa harus lewat tulisan dan kiasan. Bayi itu pun anda dan saya yang awalnya hanya bisa menangis dan sekarang bisa berteriak dengan lantang menyuarakan pemikiran.

Lantas jikalau dahulu anda bisa berkali-kali terjatuh, menangis, dan mencoba, mengapa sekarang tidak bisa? Apakah karena faktor keluarga? Atau karena faktor finansial? Ingat, anda pun dulu sebagai bayi memiliki keluarga. Orang tua anda pun mungkin memberi anda modal berkali-kali. Dulu mungkin modal anda adalah motivasi, maka sekarang modal itu hanya berubah bentuk saja menjadi uang. Mungkin keluarga anda dulu adalah orang tua dan saudara-saudara anda, tetapi sekarang keluarga anda adalah anak istri dan mungkin kawan-kawan anda.

Ketika kegagalan menjadi salah satu penghambat bagi anda, mulailah berpikir. Apakah benar kegagalan itu yang menjadi penyebab anda terhambat atau cara anda menyikapi kegagalan yang menjadi penghambat? Kemungkinan besar, kegagalan anda bukanlah penghambat tetapi cara anda menyikapilah yang menjadi penghambat.

Banyak tokoh-tokoh dunia yang sukses justru setelah mengalami ratusan kegagalan. Sebut saja, Thomas Alva Edison kala mencoba menemukan filamen untuk lampu bohlam, Yesus kala ia mencoba untuk memberitahukan saudara-saudaranya di Nazaret, Buddha saat bertapa selama 6 Tahun di hutan Uruvela, bahkan kepada orang paling berpengaruh yaitu Nabi Muhammad SAW kala ia berkali-kali gagal menyadarkan orang-orang kafir di daerah jazirah Arab. Tidak ada manusia yang tidak pernah gagal, bahkan bagi manusia yang dianggap suci sekalipun.

Life is just a game, sometimes you need to surrender to rebuild your encampment.

Kalah dan menang adalah hal yang biasa. Gagal dan berhasil adalah dua buah sisi mata uang yang tidak bisa dilepaskan. Yang terpenting adalah anda terus mencoba, belajar dan terus berusaha mencapai keberhasilan setelah mengalami kegagalan. Karena ketika kita gagal, sebenarnya alam sedang menguji dan menyeleksi kita. Siapa yang bisa bertahan dan beradaptasi dengan ujian yang alam berikan, maka ia yang akan bertahan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline