Rabu (5/12/18), warga Jawa barat, khususnya kabupaten bandung dan sekitarnya dihebohkan dengan berita mengenai pengolahan sampah yang akan diberlakukan di sungai Citarum, Kabupaten Bandung. Kabarnya Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil) akan menyediakan 10 ekskavator untuk mendukung pembersihan Citarum yang di dukung, baik dari sisi pendanaan oleh pemerintah pusat yang lansung diasampaikan oleh kemenkomaritim Luhut Binsar Panjaitan (instagran humas_jabar).
Kebijakan tersebut menjadi pro dan kontra bagi masyarakat bandung dan sekitarnya. Ada yang menyatakan senang dengan berita tersebut dan ada pula yang tidak setuju akan dampak lingkungan yang membahyakan bagi masyarakat.
Sungai Citarum merupakan sungai terbesar di Jawa Barat dan merupakan sumber air minum di kota besar seperti Bandung serta sebagai denyut nadi perekonomian Indonesia, namun dibalik manfaatnya yang besar, sekarang ini sungai tersebut dipenuhi dengan sampah dan juga limbah yang beracun dan berbahaya (B3) dikutip dari Tribunners 7/12/15.
Sampah yang semakin besar jumlahnya inilah yang membuat pemerintah provinsi Jawabarat berusaha untuk mencari solusi dalam menanggulanginya salah satunya yaitu dengan cara insinerasi. Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah padat denga n cara pembakaran pada temperatur lebih dari 800oC untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible ) yang sudah tidak dapat didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik (A. Sutowo Latief, 2012).
Metode insenerasi ini memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan dari insinerasi yaitu dapat mereduksi atau menurunkan sebagian besar volume sampah, membersihkan atau menurunkan kandungan bakteri yang pencemar lingkungan, sangat cocok untuk pengolahan sampah yang membutuhkan waktu cepat, panas pembakaran dapat segera dimanfaatkan untuk pembangkit uap atau pembangkit daya listrik.
Kerugian dari insinerasi yaitu gas buang dari proses pembakaran berpotensi mencemarkan lingkungan karena kandungan bahan beracun seperti substansi dioksin, gas buang merupakan pembawa sebagian besar CO2 penyebab pemanasan global, abu yang tersisa dari pembakaran mencapai 20% dari sampah yang dibakar, unsur merkuri akan terlepas ke udara dalam bentuk uap yang terbawa pada gas buang, berpotensi sebagai pencemar lingkungan apabila tidak dilengkapi dengan pengolahan gas buang.
Pembakaran sampah yang mengandung bahan atau limbah kimia akan melepaskan kandungan kadmium, timbal atau bahan-bahan yang berpotensi sebagai pencemar lingkungan, diperlukan peralatan pengolah gas buang yang basah setelah proses pembakaran karena gas yang basah ini akan dapat merusak atau sebagai gas destruktif apabila lepas ke udara.
Oleh karena itu dihitung sebagai tambahan biaya dalam pemakaian incinerator, Berpotensi pencemar emisi partikulat karena kandungan abu yang besar dimana emisi udaranya menghasilkan bahan pencemar, terutama dioksin dan fluran yang oleh WHO dinyatakan karsinogenik (Bagus, Triksasono, ejurnal).
Kerugian yang paling harus dikhwatirkan oleh masyarakat yaitu bahaya dioksin. Apabila terjadi pembakaran yang tidak sempurna pada sampah akan berdampak buruk pada lingkungan, baik tetumbuhan, hewan, bahkan manusia. Dari pembakaran ini menghasilkan senyawa kimia berbahaya yang bersifat karsinogenik, yaitu dioksin.
Dioksin bersifat persisten dan terakumulasi secara biologi, dan tersebar di lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Hal ini bisa meningkatkan risiko terkena kanker dan efek lainnya terhadap binatang dan manusia. Jika dioksin berada di udara, maka akan terhirup oleh manusia dan masuk ke dalam sistem pernafasan.
Risiko bagi manusia yang paling besar adalah jika dioksin mengendap dalam tubuh manusia. Dioksin menimbulkan kanker, bertindak sebagai pengacau hormon, diteruskan dari ibu ke bayi selama menyusui dan mempengaruhi sistem reproduksi (dietkantongplastik.info).