Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Darurat Minat Baca

Diperbarui: 18 Maret 2018   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Teknologi di era ini terus berkembang. Segalanya bertambah canggih. Gadget ditangan telah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia saat ini. Mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa sangat akrab dengan gadget, bahkan terkesan tidak peduli dengan lingkungan sekitar ketika sudah menggenggam gadget. 

Hal semacam ini secara tidak langsung telah memberikan dampak buruk bagi masyarakat Indonesia, utamanya dalam hal membaca. Sudah sulit dijumpai di era sekarang dimana masyarakat terlihat membaca koran ataupun buku. Mayoritas dari mereka justru terllihat asyik memainkan gawainya masing-masing. Sebuah situasi yang sangat memprihatinkan tentunya. Padahal slogan "Buku adalah jendela dunia" telah lama digaungkan.

Minimnya minat baca di Indonesia tentu didasari oleh beberapa faktor didalamnya, dimana faktor-faktor inilah yang menyebabkan negeri ini darurat minat baca, bahkan berdasarkan hasil penelitian World's Most Literate Nations yang dilakukan Central Connecticut State Univesity, New Britain, Amerika Serikat, pada Maret 2016 lalu, Indonesia bahkan dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dalam minat membaca. Jelas hal ini turut serta menggambarkan bahwa Indonesia tertinggal dari Singapura dan Malaysia.

Lantas apa saja faktor-faktor tersebut? Beberapa diantaranya adalah Gadget, Game Online, Role model orang tua yang diikuti anak dimana orang tua belum dapat memberikan contoh menanamkan sikap membaca sejak dini kepada anak, kemudian sarana pendidikan yang tidak mendukung seperti perpustakaan yang koleksi bukunya kurang update, banyaknya anak yang putus sekolah, harga buku yang cenderung masih mahal, pendistribusian buku yang belum merata utamanya didaerah pelosok, dan minimnya produksi buku yang terlihat dari survei International Standard Book Number (ISBN) pada tahun 2016 dimana Indonesia hanya memproduksi 64 ribu buku per tahun. 

Jika dibandingkan dengan negara Tiongkok yang memproduksi buku hingga 440 buku per tahun tentu jumlah tersebut berbanding jauh. Sebuah situasi yang sangat ironis.

Sebagai bangsa yang besar kita masih memiliki asa lewat pemerintah, pihak swasta, praktisi pendidikan, dan orang tua dengan cara memperingati Hari Literasi Internasional yang jatuh setiap tanggal 8 September, membangun perpusatakaan utamanya didaerah-daerah, turut serta dalam kegiatan pemerataan distribusi buku ke seluruh wilayah Indonesia melalui gerakan #BukuUntukIndonesia dengan cara mengunjungi situs www.BukuUntukIndonesia.com kemudian klik berbagi. Dengan cara ini secara tidak langsung kita telah memberikan donasi sebesar 100 ribu kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan buku.

Kita tentu berterimakasih kepada Bapak Presiden Jokowi yang telah meresmikan program pengiriman buku gratis setiap tanggal 17 ke seluruh Indonesia. Program ini juga inisiatif dari Duta Baca Indonesia yang juga bekerja sama dengan PT POS Indonesia sekaligus sebagai aksi peduli terhadap perkembangan literasi di Indonesia. Tentu melalui program ini diharapkan mempermudah akses terhadap buku serta meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia.

Kedepannya Indonesia masih harus berbenah mengingat membaca adalah hal yang sangat vital dan wajib hukumnya untuk dikerjakan. Dengan membaca kita dapat mengetahui informasi yang sebelumnya tidak kita ketahui. 

Selain itu, dengan membaca kita juga dapat bersaing secara global dengan negara-negara lain. Terakhir, slogan "Membaca adalah jendela dunia" harus benar-benar ditegakkan agar tidak hanya menjadi makna kiasan semata. Slama literasi.

Oleh: Vega Ma'arijil Ula




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline