Lihat ke Halaman Asli

Tovanno Valentino

TERVERIFIKASI

Hanya Seorang Pemimpi

Pak Nadiem Maksud dan Tujuannya Baik, Kalo Tidak Puas Silahkan Judicial Review!

Diperbarui: 13 November 2021   11:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: Shutterstock/femina.co.id

Disclaimer dulu ya, tulisan ini bersifat opini, termasuk Interpretasi, Asumsi dan Analisis yang bersifat Pribadi. Menjadi tanggung jawab Penulis Sepenuhnya.

Wah malah jadi heboh ya, kalo dalam pemahaman saya, maksudnya baik lho. Mengenai proses mulai naskah akademik, kajian, termasuk kalo boleh uji publik saya gak tau. Tapi minimal sudah dilaluilah. Memang perlu dipersoalkan, wong udah jadi permen kok.

Yang jadi persoalan, ketika sudah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Ham,  Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi sudah melalui pentahapan.

Dalam tata cara pengundangan peraturan peraturan perundang-undangan, disebutkan (salah satunya) bahwa  pengundangan dilakukan dengan memberi nomor dan tahun pada Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, dan memberi nomor pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Selanjutnya Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan mengajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk ditandatangani. Udah belon ini? Pasti udah lah. Wong udah ada nomer Permendikbudristek kok ya. Sah!

Nah, dalam pengajuan naskah, kementrian hukum dan  Ham, gak semudah itu menandatangani, tentu akan di review lagi naskahnya. Bertentangan gak dengan Undang-Undang dasar 1945 dan Pacasila, serta peraturan perundang undang-undang lainnya, jadi dicross check lho. Jenis peraturan Perundang-Undangan kan banyak kan? Nah kalo interpretasi hukumnya ada yang keliru dan dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 ada tuh jalurnya, Judicial Review Saja (Uji Materi) di Mahkamah Konstitusi. Bukan begitu? Mekanismenya kan udah ada, sebagai Negara hukum. Apapun argumentasinya.

Entar kalo  Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, bagi yang gak puas nih, wong udah diundangkan kan? Gak usah dirobek-robek terus maen demo, lempar-lemparanm dan beroarasi dikampus gangguin kegiatan kuliah.  Pasti banyak ada yang cerdas lah, namun bukan yan ga setuju dan protes gak cerdas, terjadi missinformatin aja. 

Nah nanti, dalam uji materi oleh pemohon yang gak setuju atau gak puas, bisa secara keseluruhan peremen atau per pasal, selanjutnya siapin para ahlinya dan ikuti prosesnya hingga hasil keputusannya secara tertib.  Toh kedua belah pihak akan berikn kesempatan yang sama, baik dimintai keterangan dan argumentasi hukumnya dan dapat menghadirkan ahlinya masing-masing, misalnya ahli bahasa dan lain lain yang dibutuhkan.

***

Menurut saya, salah satunya pemberitaan kompas (19/03/2021), disebutkan bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sejak 1 Januari hingga 16 Maret 2021, terdapat 426 kasus kekerasan seksual dari total 1.008 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Secara statistik. Gak gemes apa? Itupun fenomena gunung es, yang kelihatan cuman pucuknya  doang, yang terjadi jauh lebih "akeh" alias buanyakkk.

Lebih lagi nih, soal penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi, pornografi dan undang-undang yang lain banyak tuh pelanggarannya. Jadi peraturan menteri ini sejalan, dan untuk diterapkan di lingkungan pendidikan/perguruan  tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline