Lihat ke Halaman Asli

Usman D. Ganggang

Dosen dan penulis

Mengurai Benang Makna "Penenun Matahari"

Diperbarui: 4 Juni 2017   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi

Judul buku : Penenun Matahari
 Penulis :S.Samada
 Penerbit : Genta Pres
 Tahun terbit : 2016
 Tebal buku : XIV + 104 halaman : 12 X 19 cm

Oleh Usman D.Ganggang*]

Memahami sebuah Antalogi Puisi, seperti Kompilasi Puisi Sdr. S.Samada, yang diberi tajuk “Penenun Matahari”, terasa mencerahkan penikmat. Setidaknya, setelah dicermati makna  di balik judul-judul yang dihadirkannya, penikmat tiba pada simpulan, manusia di bawah kolong langit ini harus bergerak menggapai sesuatu  yang masih bersifat rahasia. Simpulan ini tercipta, tidak terlepas dari  kesadaran penulis  untuk menggapai harapan kiranya melalui “Penenun Matahari’.terwujud perjalanan filsafat kehidupan.

Apa itu? Seperti diakui penyairnya, sejatinya karya sastra seperti puisi yang lahir dan  siapa pun, penyairnya adalah rahasia semesta yang menyangkut kehidupan dunia  di satu sisi, dan pada sisi lain, terkait akhirat, kesemuanya dalam genggaman Tuhan. Dan kumpulan bertajuk “Penenun Matahari,  tulisnya dalam Kata Pengantar Penulis  adalah pesan. “Pesan apa itu?”tanya kita sebagai penikmat. Dan sejumlah pertanyaan akan menyusul, terutama terkait dengan sajian makna di balik yang tersurat dan tersirat, bahkan mengkaji alasan mengapa kita sebagai penikmat bakal terseret ke dalamnya?

Dari hasil pencermatan kita terhadap makna tersirat  judul-judul yang ada dalam buku ini,terungkap simpulan bahwa pesan di maksud penyairnya adalah menerjemahkan bahasa kehidupan. Ini berarti, melalui “Penenun Matahari”, penyairnya, mengajak kita sebagai penikmat untuk memahami kehadiran karya sastra. Bagaimanapun juga, karya sastra mempunyai fungsi dan tugasnya. Bermula dari situ pulalah penyairnya mengurai nafas Penenun Matahari yang terbentuk dari endapan energy kehidupan dinamika social budaya di tengah masyarakat lingkungannya.

Dan terasa ada gayung bersambut, ketika kita mencermati Pengantar Menerangi Teluk dan Benua, yang dutulis oleh Hamdy Salad. Seperti matahari, kata dia, hidup manusia mesti bergerak dan terus bergerak sesuai hokum alam yang ditetapkan oleh Sang Pencipta. “Di wilayah mana pun berada, eksistensi manusia selalu dituntut untuk berbuat lebih baik dari apa-apa yang telah dilakukan dalam perjalanan hidupnya”, tulisnya pada paragraph awal pengantarnya.

Untuk tidak sekedar bincang-bincang, mari kita buka halaman 26. Sebuah judul yang akhirnya dijadikan judul buku Antalogi Puisi Penenun Matahari”. Kita ambil liriknya pada bait ke-4, berikut ini!

/Bila kau pejamkan mata sekali lagi, ke hati/ matahari/ Kau lihat gembala matahari berjalan ke arahnya/ Ia tinggalkan cinta untuk cinta//. /Merenangi teluk hingga ujung benua/ Menenun matahari tiadalah putus baginya//.

Setelah kita membaca penggalan di atas, tibalah kita pada upaya bagaimana nengurai benang makna dalam Penenun Matahari, akhirnya tokh kita berusaha mengapresiasi dalam artian bagaimana kita memberi penghargaan kepada penggalan bait ke empat puisi tersebut, hingga muncul rasa mencintai dan ujungnya kita sebagai penikmat berusaha mencipt kembali maknanya sesuai dengan pemahaman kita sebagai penikmat atau pembaca.

Sebagaimana kita ketahui bahwa matahari selalu bergerak dari ujung timur menuju ke barat sesuai dengan hokum alam yang telah ditetapkan Sang Pemberi cinta sejati Allah SWT. Dalam berputarnya matahari, tidak pernah lupa memberikan sinar menerangi bumi bersama penghuninya. Sehingga penghuninya memperoleh kehangatan dalam menjalankan hidup dan kehidupan. Begitulah kalau kita memperhatikan kehidupan manusia selalu bergerak dari satu titik ke titik lainnya, untuk mencari sesuatu yang lebih bermakna bagi kehidupannya.

Mengacu pada analogi yang ada, maka kita sebagai pembaca dapat mengurai benang makna Penenun Matahari sebagai berikut: (1) Manusia harus bergerak, di mana pun dia berada, harus menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, tentu yang positif maksudnya;  (2) Manusia harus berusaha merelakan cinta biasa menuju cinta yang lebih sempurna. Artinya, manusia dalam menjalankan hidupnya, selalulah dari cinta yang bersifat material menuju cinta ruhaniayah; dan (3), Manusia tidak  hanya mencari untuk dirinya sendiri tetapi juga senantiasa mencerahkan sesamanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline