Bayangkan, suatu sore yang hangat seorang sahabat lama atau saudara berkunjung ke rumah, membawa kabar baru, senyum ramah, dan cerita-cerita yang membuat hati riang. Obrolan akrab mengalir, lalu tiba-tiba ia merogoh saku, mengeluarkan sebatang rokok, menyalakannya, dan mulai mengisap. Ruang tamu yang semula nyaman perlahan dipenuhi asap tipis beraroma tajam.
Di titik inilah dilema muncul. Kita tahu rokok berbahaya, kita ingin melindungi keluarga, tetapi di sisi lain kita juga diajarkan untuk menghormati tamu. Maka pertanyaannya: apakah kita harus menegur, atau cukup membiarkan?
Rumah Adalah Zona Privat
Rumah adalah wilayah privat. Di dalamnya berlaku aturan yang ditetapkan oleh penghuninya. Ada rumah yang meminta tamu melepas alas kaki, ada rumah yang melarang berbicara keras, dan ada rumah yang tidak membolehkan makanan tertentu. Dengan logika yang sama, sangat wajar bila sebuah keluarga menetapkan aturan bebas rokok di dalam rumahnya.
Menjadi tuan rumah bukan berarti harus selalu mengalah. Dalam konteks merokok, ini bukan sekadar soal kenyamanan, tetapi hak dasar untuk hidup sehat.
Data Kementerian Kesehatan (2023) mencatat jumlah perokok aktif di Indonesia sudah menembus 70 juta orang, mayoritas laki-laki, dengan tren yang mengkhawatirkan: prevalensi perokok anak (usia 10-18 tahun) mencapai 7,4%. Angka ini masih jauh dari target penurunan.
Paparan asap rokok pasif terbukti membawa risiko serius. Perokok pasif bisa mengalami penyakit jantung koroner, stroke, hingga kanker paru. Bayangkan jika di rumah ada bayi, anak kecil, atau lansia. Apakah pantas risiko sebesar itu diabaikan demi sopan santun sesaat?
Menegur Tidak Sama dengan Tidak Sopan
Budaya kita memang menjunjung tinggi etika bertamu. Ada pepatah Jawa yang mengatakan, tamu adalah raja. Namun menjadi raja bukan berarti bebas berbuat apa saja. Tuan rumah pun berhak menjaga martabat dan kenyamanan rumahnya.
Menegur tamu yang merokok tidak harus dengan nada tinggi atau wajah kesal. Ada cara-cara halus yang tetap menjaga perasaan:
- "Mas, maaf ya, di dalam rumah kami memang tidak merokok. Kalau berkenan, bisa di teras."
- "Kebetulan ada anak kecil di rumah, jadi lebih aman kalau merokok di luar."
- "Kami menjaga udara di dalam rumah tetap bersih, mohon maklum ya."
Kalimat-kalimat sederhana ini terdengar sopan, tapi jelas. Tegas, tanpa kasar. Justru dengan cara ini, kita memberi contoh kepada anak-anak bahwa menjaga kesehatan keluarga adalah prioritas yang tidak bisa ditawar.