Lihat ke Halaman Asli

Sirih Pinang, Parang, dan Pulau Sumba

Diperbarui: 22 Mei 2017   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: menjaditua.blogspot.co.id"][/caption]

Penulis ingin membagikan sedikit pengalaman selama berada di Pulau Sumba, tepatnya di Kota Waikabubak, Sumba Barat, NTT. Pengalaman sekaligus pelajaran hidup yang penulis dapatkan semoga dapat memberi pesan yang bermakna untuk para pembaca sekalian.

Pulau Sumba merupakan pulau yang sejak kecil sudah penulis kenal lewat Peta Indonesia, karena penulis dahulu beranggapan kalau Pulau Sumba dan Sumbawa itu adalah saudara kembar.

Tidak banyak cerita yang sering kita dengar mengenai pulau ini, padahal Pulau Sumba, mulai dari Sumba Timur, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya,memiliki jujuran pantai nan indah dan tak kalah indah dengan daerah semacam Bali dan Lombok, sangat khas pantai Indonesia Timur.

Sangat jarang pula orang-orang yang bercerita tentang Pulau Sumba, terlebih lagi dikarenakan keeksotisan pulau ini tertutupi oleh daerah-daerah di NTT lainnya yang juga tak kalah indah, semacam Flores, Labuan Bajo, Pulau Komofo, dan lain sebagainya.

Awalnya penulis sendiri tidak tahu-menahu tentang pulau ini, selain nama pulaunya saja, itupun karena tertulis di Peta Indonesia.

Singkat, cerita sampailah penulis di Pulau Sumba. Perjalanan dari Jakarta menggunakam pesawat, lalu transit di Bali, dan terbang lagi nenuju Bandara Umbu Mehang Kunda, Kota Waingapu, Sumba Timur, NTT.

Sesampainya di Kota Waingapu memang penulis merasa biasa saja, karena Kota Waingapu sudah terbilang ramai dan maju seperti kota-kota kecil lainnya di Indonesia.

Tujuan penulis adalah Kota Waikabubak, Sumba Barat, NTT, yang jaraknya dari Kota Waingapu sekitar 4 jam. Menaiki mini bus non AC, penulis seperti direbus hidup-hidup karena kepanasan, dan keringat bercucuran.

Sepanjang perjalanan, sang supir memutar lagu-lagu rohani Kristen, seperti mencoba menidurkan para penumpangnya yang sedang kepanasan.

Empat jam berlalu, sampailah penulis di Kota Waikabubak. Kota itu masih cukup ramai ketika sudah lewat sembahyang Isa. Memang pull mini bus tersebut berada di dekat pasar raya Waikabubak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline